Masalah sebenarnya adalah tentang uang. Pernah memikirkan apa bedanya uang jaman dahulu dengan jaman sekarang?
Jaman dahulu, uang mempunyai nilai pada benda yang disebut uang. Dahulu uang dibuat dari emas, atau perak. Alasan terbesar memakai emas dan perak adalah, karena unsur-unsur ini tidak bereaksi dengan zat lain. Emas tetap emas, tidak berubah. Kemudian, emas bukanlah bahan yang mudah diperoleh.
Jumlah pertambahan manusia jauh melebihi bertambahnya emas digali dari perut bumi. Lagipula, manusia cenderung mengumpulkan emas bagi dirinya sendiri, sehingga emas dan perak tidak cukup untuk dipakai sebagai alat tukar.
Maka, pada tahun 1944 dimulailah mata uang US Dollar disetarakan dengan emas, dalam perjanjian Bretton Woods. Lalu pada tahun 1972, USD dilepaskan dari emas. Hari ini, mata uang tidak lagi terikat pada emas -- nilai dari uang terikat pada nilai ekonomi dari negara yang mengeluarkan mata uang itu.
Nilai ekonomi itu seperti ini: jika seseorang memasak nasi, berapakah upahnya? Jika ia tinggal di US, mungkin upahnya adalah $3 per jam untuk memasak nasi. Di Indonesia, orang dibayar Rp 10.000 per jam untuk memasak nasi. Pekerjaannya sama, mungkin dengan memakai alat yang persis sama.
Tapi nilai ekonominya lain. Saat ini $1 = Rp 13.500.
$3 = Rp 40.500. Untuk pekerjaan yang sama, alat yang sama, waktu yang sama, yang satu dibayar 4x dibanding yang lain.
$3 = Rp 40.500. Untuk pekerjaan yang sama, alat yang sama, waktu yang sama, yang satu dibayar 4x dibanding yang lain.
Ketika uang dikaitkan dengan nilai ekonomi, daya beli uang berubah dalam waktu. Karena dari waktu ke waktu semakin banyak jumlah penduduk di suatu negara, maka jumlah uang beredar semakin banyak -- lebih cepat bertumbuh dibanding kenaikan produktivitas barang dan jasa. Ini membuat apa yang disebut "demand pull inflation". Lebih banyak pembeli daripada penjual -- maka harga naik.
Sementara itu, planet bumi ini tetap segini, hutan-hutan semakin gundul ditebangi, dan populasi penduduk bertumbuh. Terjadi kelangkaan dari bahan-bahan yang dibutuhkan. Pergerakan barang dan jasa melintasi jarak yang lebih jauh, butuh lebih banyak biaya transportasi. Ini membuat apa yang disebut "cost push inflation". Biaya untuk menyediakan barang dan jasa meningkat, maka harga meningkat, daya beli uang menurun.
Bersama-sama, di Indonesia sebagai emerging market, terjadilah inflasi yang meningkat cukup tinggi. Dengan target inflasi inti sebesar 4%, kemungkinan inflasi total adalah sebesar 8%.
Jika dihitung dari 8% secara perkiraan, dengan memakai rumus 72 serta hitungan inflasi total 8%, harga-harga total meningkat 2x lipat setiap 9 tahun. Jika Anda sekarang berusia 48 tahun dan punya harapan hidup sampai 75 tahun -- itu adalah 27 tahun lagi -- maka ada 3x 9 tahun, atau peningkatan harga sebesar 2 pangkat 3. Harga apapun di saat usia 75, nilainya tinggal 1/8 dari nilai hari ini.
Lantas, apa hubungannya dengan Asuransi Jiwa?
Begini, jika ada Anda berusia 48 tahun membuat polis asuransi jiwa dengan Uang Pertanggungan Rp 1 M, jika Anda meninggal pada usia 75, besarnya uang Rp 1 M itu akan terasa seperti Rp 125 juta uang di jaman sekarang (itu , adalah 1/8 dari Rp 1 M).
Jika seseorang usia 48 merasa punya polis yang "besar" dengan UP Rp 100 juta, pada saat ia meninggal di usia 75, daya beli uang yang ia terima sebagai klaim setara dengan Rp 12,5 jt uang di jaman sekarang.
Sebaliknya, jika mau memperoleh uang dengan nilai Rp 1 M di jaman sekarang, Anda harus membuat polis dengan UP Rp 8 M.
Ini semua karena penurunan nilai uang, baik karena bertambahnya jumlah penduduk dan pembeli, maupun karena kelangkaan sumber daya dari bumi.... kedua hal yang sama-sama tidak bisa dihindari.
Jika Anda adalah seorang agen asuransi yang baik, maka Anda perlu mengusahakan Uang Pertanggungan yang layak -- dengan menghitung berapa nilai uang di masa depan.
JOIN NOW !!!
ReplyDeleteDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.name
dewa-lotto.org