Add caption |
Presiden Jokowi menyatakan bahwa RI kini masuk dalam era inflasi rendah. Tahun ini ada di 4%. Hal ini merupakan suatu indikasi yang menunjukkan keseimbangan antara konsumen dengan produsen. Sudah cukup banyak produsen yang menghasilkan barang dan jasa, dijual pada tingkat harga yang dapat dijangkau oleh konsumen. Pertanyaannya: seimbang dalam kondisi apa? Di negara lain, inflasi juga rendah pada kondisi tingkat perekonomian rendah. Bagaimana Indonesia?
Di Indonesia, pertumbuhan ekonomi masih terjaga di 5%. Artinya, jumlah total produksi barang dan jasa dalam setahun ini dibandingkan setahun lalu, bertumbuh nilainya sebesar 5%. Jika kita melihat bahwa harga-harga naik 4%, berarti ada selisih 1% dari volume barang dan jasa yang dihasilkan. Mungkin ini tidak terlihat besar, namun jelas positif di tengah dunia yang produktivitasnya rendah dan daya beli juga rendah, sehingga mengalami deflasi.
Pertumbuhan Indonesia tak lepas dari tangan dingin Pemerintahan Jokowi membangun sistem birokrasi yang bersih serta membangun infrastruktur yang lama diabaikan. Pertumbuhan ekonomi terjadi di atas infrastruktur yang baik, yang selama ini terkonsentrasi di Pulau Jawa. Kini pembangunan merata di seluruh Indonesia, banyak tempat yang tadinya terisolasi kini terbuka. Bayangkan betapa besar peluang pertumbuhan yang dapat terjadi!
Hanya, untuk membangun infrastruktur, dibutuhkan biaya yang besar dan tingkat pengembalian yang rendah dan lambat. Kalau sebuah jembatan diresmikan hari ini misalnya, butuh waktu bertahun-tahun sebelum terjadi peningkatan ekonomi yang signifikan oleh karena jembatan itu, serta pendapatan pajak yang bernilai cukup besar sebagai pendapatan Negara. Karena itu, anggaran Pemerintah terhisap dalam pembangunan, hingga mengakibatkan defisit anggaran.
Untuk menutup defisit anggaran, Pemerintah meminjam dana dari berbagai sumber, banyak yang dengan senang hati meminjamkan uangnya dengan bunga rendah dan jangka waktu panjang. Mereka melihat bahwa Indonesia semakin baik menangani korupsi, jadi uang yang dipinjamkan betul-betul dipakai untuk pembangunan, nanti akan betul-betul meningkatkan ekonomi serta kepastian kemampuan membayar hutang.
Kalau tidak berhutang, Indonesia tidak bisa membangun sebanyak ini, seluas ini. Berhutang yang sehat adalah memakai pendapatan di masa yang akan datang pada masa kini, supaya pendapatan nanti menjadi lebih besar. Kalau sudah mempunyai sistem dan garapan untuk merealisasikan potensi ekonomi, mengapa tidak berhutang? Bodoh sekali jika tidak berhutang!
Tentunya, jika sebuah negara berhutang juga harus menghitung berapa nilai ekonominya, berapa Produk Domestik Bruto nya. Itu seperti orang mau berhutang tentu harus lihat dulu berapa gajinya. Rasio hutang Indonesia terhadap PDB tidak sampai 30%. Batas berhutang menurut IMF adalah 60%, dan hari ini banyak negara maju mempunyai tingkat hutang di atas 60%. Lihat infografis di atas?
Dari semua ini, kita bisa melihat ada harapan peningkatan produktivitas yang kuat. Dengan produktivitas bertambah, selain terjadi peningkatan pajak juga terjadi peningkatan hasil investasi. Lebih banyak pihak yang ingin berinvestasi di Indonesia. Pasar modal Indonesia bertumbuh kembali, setelah sebelumnya terjerembab di akhir tahun 2014.
Mari sedikit tinjau ulang apa yang terjadi. Di tahun 2010, mulailah terjadi krisis hutang negara atau sovereign debt, dimulai dari eropa. Krisis itu menarik likuiditas dunia menjadi kering, maka Bank Sentral Amerika Serikat bersama dengan bank sentral lainnya melakukan Quantitative Easing. Alhasil, likuiditas dunia tetap terjaga, namun tingkat hutang jadi membesar. Akar masalahnya terjadi bubble atau gelembung atas nilai ekonomi negara-negara. Banyak negara yang dalam realita tidak bernilai sebesar gambaran pertumbuhan ekonomi yang disajikan mengkilap.
Bank Sentral 'memecahkan' gelembung itu sambil mempertahankan tingkat likuiditas, jadi menghisap gelembung itu perlahan-lahan dan mengubahnya menjadi hutang jangka panjang. Caranya adalah dengan membeli obligasi alias surat hutang berjangka pendek dan menggantinya dengan surat hutang jangka panjang sekali. Untuk itu, suku bunga bank sentral dibuat rendah sekali, bahkan minus di beberapa negara.
Masalah menjadi akut ketika The Fed menghentikan Quantitative Easing di akhir 2014. Likuiditas dana mengering, dan harga-harga saham bertumbangan ketika para investor melepas saham di Indonesia untuk membeli saham di Wallstreet, Amerika. Saat indeks saham di bursa-bursa dunia mengalami kemandekan, indeks S&P dan Dowjones DJIA meningkat.
Selama kurun waktu 2010-2016, kinerja di bursa saham Indonesia tidak setinggi sebelumnya, sedemikian rendah sehingga tidak lagi terasa wajar. Banyak investor di bursa saham mengalami kejutan tidak menyenangkan, dan harapan akan pengembalian hasil investasi semakin meredup. Karena sudah kira-kira 7 tahun, banyak orang tidak lagi mengharapkan hasil baik dari investasi saham.
Kita perlu mengingat bahwa tidak ada yang abadi dalam investasi. Ada waktunya turun, ada waktunya naik lagi. Ada waktunya hancur, ada pula waktunya bangkit lagi. Sudah tujuh tahun turun, kini saat-saat peningkatan telah mulai nampak tanda-tanda awalnya. Kita bisa lihat misalnya dalam economic outlook yang dikeluarkan oleh OECD (bisa klik di sini). Lihat dari pergerakan IHSG sejak awal tahun 2017 juga menunjukkan trend naik.
Apa hubungannya ini semua dengan asuransi?
Yang pertama dan utama, peningkatan perekonomian dibuat oleh manusia dan aset-aset, yang bisa binasa dan hancur. Sekali lagi, peran asuransi untuk memberi ganti rugi atas musibah yang terjadi menjadi sangat penting untuk mempertahankan nilai ekonomi.
Bagi banyak orang, ada peluang ekonomi yang baik terbuka di daerah yang dibangun infrastrukturnya -- yaitu di luar Pulau Jawa. Pengembangan pembangunan dan bisnis ke area baru menimbulkan risiko-risiko, baik terhadap diri manusia maupun terhadap aset-aset usaha. Asuransi sangat dibutuhkan untuk menjaga agar musibah, betapapun beratnya, tidak langsung menghancurkan seluruh usaha yang dibangun.
Jika Anda adalah pengusaha, atau mungkin juga Anda seorang karyawan eksekutif yang ditugaskan ke daerah baru, ada peluang untuk memperoleh laba atau komisi lebih besar. Semua itu harus dicapai melalui kerja keras dan perjalanan panjang. Lebih menguntungkan? Ya. Tapi juga membawa tingkat risiko lebih tinggi. Frekuensi perjalanan meningkat, berarti meningkat pula peluang terjadinya kecelakaan. Risiko ini mungkin tidak terpikirkan sebelumnya, namun ketika musibah terjadi baru terasa beban yang timbul. Perusahaan pasti turut menanggung biaya-biaya operasional seperti biaya evakuasi, membawa kembali ke kota asal untuk dirawat, namun terbatas dalam menanggung banyak hal lainnya.
Pengembangan pembangunan membutuhkan orang-orang yang mau ambil risiko, dan asuransi menjadi instrumen penting untuk memastikan musibah tidak mengakibatkan kemiskinan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Yang kedua, terutama untuk asuransi unit link yang selama ini memberikan kinerja kurang bagus, tahun 2017 mengindikasikan pembalikan arah sedang terjadi dan ada kemungkinan cukup besar penngkatan hasil investasi saham terjadi signifikan untuk tahun-tahun mendatang.
Memang hal ini bukan merupakan suatu kepastian -- tidak ada yang dapat memastikan masa depan. Namun, melihat dari kondisi makro ekonomi yang ada, jelas diharapkan peningkatan laba emiten, yang berarti peningkatan dividen dan juga membuat harga sahamnya meningkat lebih tinggi lagi.
Kalau selama ini agen-agen asuransi unit link merasa sangat lelah menghadapi tekanan dari para nasabah yang marah karena hasil investasi di dana saham sangat rendah, bisa berharap mulai terjadi perubahan positif, peningkatan, dan lebih sedikit polis yang lapse karena gagal dalam investasi yang dilakukan oleh Perusahaan Asuransi. Semoga, semakin hari investasi semakin membaik meskipun naik dan turun itu biasa dan selalu terjadi.
Kinerja masa lalu tidak menjamin atau memastikan kinerja di masa yang akan datang. Jika masa lalu baik, belum tentu di masa depan juga baik. Sebaliknya, jika di masa lalu hasil investasi kurang baik dan banyak keluar "bintang-bintang" dalam aktual hasil investasi (bintang bukan berarti bagus melainkan habis dana investasi), bisa berharap hasil kembali positif secara wajar.
Untuk para agen asuransi, silakan pelajari kembali berbagai indikator ekonomi... jangan hanya terpaku pada informasi dalam ilustrasi, itu estimasi yang bisa menyesatkan. Kalau sampai tahun lalu masih merasa buruk semua, ini saatnya untuk memikirkan ulang dan membuat strategi.
Apa yang perlu dilakukan saat hasil investasi pasar saham kembali membaik?
Silakan berwacana dan berencana.
DISCLAIMER: semua pendapat di atas merupakan opini pribadi dan tidak menjanjikan atau menjamin suatu kondisi apapun di masa yang akan datang. Setiap investor bertanggung jawab untuk mempelajari investasinya dan menanggung risiko atas tindakannya sendiri. Pelajarilah setiap penawaran produk jasa keuangan, pastikan Anda memahami sebelum membeli. Walaupun analisa dapat dibuat dan tampil mempesona, ingatlah selalu bahwa rancangan manusia bisa meleset jauh dari kenyataan.
No comments:
Post a Comment