Consultation

Donny A. Wiguna CFP, QWP, AEPP, QFE adalah QUALIFIED FINANCIAL EDUCATOR, dari FPSB sebagai Lembaga Sertifikasi Profesi yang diakui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Melayani konsultasi dan bantuan penjelasan serta pelatihan Asuransi, Investasi, Dana Pensiun, dan Estate Planning. Berpengalaman mengajar dalam keuangan sejak 2007.

Hubungi Donny A. Wiguna dengan SMS atau Whatsapp di 0818-222-634
Area Bandung dan Jakarta serta sekitarnya.

Pencarian

Tuesday, May 30, 2017

Uberrimae Fidei

Setelah dua bulan absen menulis di Catatan Asuransi karena terbenam dalam hiruk pikuk di NKRI, pertama-tama ijinkanlah saya memulai dengan #SayaPancasila dan #SaveNKRI . Okay. 

Ini adalah bagian penting, karena kini di setiap pertemuan Agen Asuransi di banyak tempat, dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Ada satu kesadaran besar bahwa para pelaku usaha Asuransi adalah bagian dari Indonesia, mengerjakan bagian pekerjaan ini untuk Indonesia. Ini adalah bagian kami, kebanggaan kami.

Asuransi sendiri pada dasarnya adalah sebuah produk Hukum. Ada Undang Undang yang menudungi perasuransian di Indonesia, yaitu UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. Dari dahulu, iika ada yang bertanya atau berkomentar tentang "asuransi adalah penipuan," maka yang bisa ditunjukkan adalah UU (dahulu, UU No. 2 Tahun 1992). Jadi, ada kepastian dan pengaturan yang ditetapkan dalam Negara ini, yang seringkali disalah-pahami oleh masyarakat.

Mungkin kalau salah paham, itu karena penjelasan yang kurang memadai. Tiga hal yg bisa disampaikan. 

Pertama, Asuransi adalah perjanjian antara Tertanggung / Pemegang Polis dengan Penanggung. Perjanjian hukum yg dasarnya adalah: Tertanggung bayar Premi dan Penanggung memberikan Manfaat, sesuai dengan yang dinyatakan Perjanjian. Ini adalah Perjanjian unilateral, artinya dibuat oleh satu pihak yaitu Penanggung. Tertanggung menerima seluruhnya, atau menolak seluruhnya, dengan pemahaman sepenuhnya atas Perjanjian yang tidak bisa dialihkan kepada pihak lain seperti Agen. Tentunya Agen wajib menjelaskan segala sesuatu sebelum Pemegang Polis menandatangani formulir apapun. Tidak boleh tanda tangan di form kosong, juga jangan berpikiran kosong.

Kedua, Perjanjian dibuat melalui Surat Pengajuan Asuransi yang diisi dan ditandatangani oleh Tertanggung / Pemegang Polis dengan kesadaran penuh, tanpa tekanan, dan tidak diiming-imingi manfaat lain di luar dari yang diperjanjikan, TERMASUK HASIL INVESTASI. Premi yang diserahkan adalah milik Perusahaan Asuransi, bukan harta milik Tertanggung, dan bisa dikelola sepenuhnya oleh Perusahaan Asuransi, juga dicairkan secara berkala untuk membayar biaya Asuransi sampai kontrak berakhir. Cadangan teknis yang dipegang oleh Perusahan Asuransi bukan Harta milik Pemegang Polis / Tertanggung, sampai dilakukan klaim atau penarikan nilai polis atau withdrawal pada Asuransi Unit Link. (Pada Asuransi Syariah, harta milik kumpulan peserta, berbeda aturannya namun serupa konsepnya).

Ketiga, Agen berkewajiban untuk menjelaskan segala Perjanjian, hak dan kewajiban, manfaat dan biaya, tetapi Agen bukan pihak yang tersebut di dalam Perjanjian. Agen diikat oleh kode etik tidak memberikan jaminan melampaui batas kewenangannya, tidak boleh memberi diskon, tidak boleh mengembalikan komisi, tidak boleh menalangi premi, juga tidak boleh menggantikan manfaat yang tidak dibayarkan berdasarkan keputusan Perusahaan Asuransi. Agen yang memberikan informasi menyesatkan bisa dilaporkan melakukan tindak pidana berdasarkan UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian Pasal 75. Untuk pelayanan yang diberikan, Agen berhak menerima komisi.

Asuransi bukan jual beli jasa. Walaupun ada istilah yang serupa dengan bank seperti sebutan "Nasabah", ini lebih dimaksudkan sebagai pihak yang berhak menerima pelayanan pelanggan yang baik. Namun ada perbedaan yang sangat besar antara perbankan dengan perasuransian, walau saat ini perbankan juga menjual asuransi jiwa, disebut bancassurance. Bank adalah tempat menyimpan Harta. Asuransi tidak menyimpan Harta.


Kita tidak dapat mengatakan bahwa Asuransi adalah suatu aset kertas (paper assets) seperti saham, obligasi, atau rekening reksadana. Sebagai Perjanjian, ada dua hal utama dalam Asuransi yaitu Premi yang dibayarkan dan Manfaat yang diberikan saat terjadi musibah sesuai dengan Polis. Perpajakan mungkin akan memantau polis Asuransi, pertama melihat berapakah besar premi dan dari mana sumber dana untuk bayar premi, dan yang kedua berapakah manfaat asuransi dibandingkan nilai harta yang ada.

Terdengar serius? Ya. Jika ada seorang pengangguran tiba-tiba saja membuat polis Asuransi Jiwa dengan nilai UP sebesar Rp 5 Milyar, dengan pembayaran premi tak kurang dari Rp 5 juta per bulan, ada sesuatu yang salah. Apakah namanya dipakai untuk membuat polis yang dibayar dari hasil kejahatan? Bisa saja.

Berbeda dengan pandangan banyak pebisnis Asuransi, sebenarnya tidak semua Asuransi untuk semua orang. Untuk setiap kalangan, ada Asuransi yang cocok, ada yang tidak cocok. Orang bisa kurang mengambil Asuransi, bisa juga berlebihan berasuransi. Ukurannya bukanlah berapa nominal angka yang diperjanjikan, melainkan kecocokan antara Perjanjian dengan realita kehidupan dari Tertanggung.

Masalah terjadi karena ketidakcocokan. Karena ada pelanggaran dari prinsip utama Asuransi, yaitu Uberrimae Fidei. Utmost Good Faith. Niat yang paling baik dari semua pihak. Seandainya Agen berniat hanya ingin mencapai target kontesnya, ia melanggar uberrimae fidei. Seandainya Tertanggung berniat mencari untung dari Asuransi dengan menyembunyikan realita keadaannya, ia melanggar uberrimae fidei. Seandainya perusahaan berkehendak memperbesar basis penerimaan preminya tanpa memperbesar kapasitasnya menanggung risiko dengan cara memperketat syarat klaim, ia melanggar uberrimae fidei.

Tetapi, tidak ada peraturan yang dapat menilai isi hati manusia, jadi tidak ada yang bisa menentukan apakah uberrimae fidei dilanggar atau tidak. Prinsip ini berlaku atas dasar kepercayaan, suatu keyakinan yang tidak bisa diukur atau diuji faktualnya. Yang dapat diukur dan diuji adalah apakah UU perasuransian telah dilanggar atau ditaati, apakah ada peraturan OJK yang tidak dipatuhi. Itu adalah hal-hal yang eksplisit yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Uberrimae fidei? itu adalah pertanggungjawaban moral. Waktu yang akan menjadi Hakim, dalam jangka panjang tidak ada pelanggar uberrimae fidei yang dapat bertahan. Atau, masyarakat kehilangan kepercayaan kepada seluruh industri asuransi, menjadi bersikap anti-asuransi.

Melihat bahwa ada sekelompok masyarakat yang sudah menjadi anti asuransi dewasa ini, kita semua patut khawatir. Faktanya, rakyat membutuhkan asuransi sebagai instrumen keuangan yang penting dalam memanajemen risikonya. Ini sudah menjadi kenyataan di seluruh dunia, tapi kalau sudah tidak percaya, apa yang bisa dikatakan?

No comments:

Post a Comment