Consultation

Donny A. Wiguna CFP, QWP, AEPP, QFE adalah QUALIFIED FINANCIAL EDUCATOR, dari FPSB sebagai Lembaga Sertifikasi Profesi yang diakui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Melayani konsultasi dan bantuan penjelasan serta pelatihan Asuransi, Investasi, Dana Pensiun, dan Estate Planning. Berpengalaman mengajar dalam keuangan sejak 2007.

Hubungi Donny A. Wiguna dengan SMS atau Whatsapp di 0818-222-634
Area Bandung dan Jakarta serta sekitarnya.

Pencarian

Friday, March 24, 2017

Spiritual Insurance

MARI SEJENAK LUPAKAN SOAL KEUANGAN. MARI BICARA TENTANG KEHIDUPAN. Karena, ternyata ada orang yang amat sangat frustasi dan akhirnya memilih bunuh diri, sambil menyiarkan kematiannya secara langsung lewat facebook. Kematian terjadi di mana-mana, tetapi bagaimana seseorang mati dan terpampang langsug -- itu adalah sebuah tragedi.

Mengapa orang mengakhiri hidupnya? Satu alasan yang berlaku secara umum adalah, karena orang itu gagal untuk tetap menghargai nyawa yang melekat padanya. Ia gagal untuk memandang masa depan, tidak ada apa-apa lagi di sana yang diharapkan. Hidupnya sudah berakhir, bahkan sebelum nafasnya berhenti. Kehidupan ada di masa depan, dan ketika masa depan lenyap demikian pula hidupnya lenyap.

Mengapa kehidupan lenyap? Tiga hal yang menandai kehidupan -- bergerak, bertumbuh, berkembang biak -- telah kehilangan maknanya. Ya, memang masih bergerak namun tidak dianggap bisa menghasilkan apa-apa lagi. Bergerak yang tidak berguna. Ya, memang masih bertumbuh tubuhnya namun secara sosial tidak berarti lagi, kehilangan istri, kehilangan teman, kehilangan kehormatan, nama, reputasi. Tidak ada apa-apa yang bisa dipandang. Ya, memang punya anak, namun tidak berarti lagi sebagai ayah. Apa artinya menjadi ayah jika tidak sanggup memandang muka anaknya, karena merasa diri gagal dalam segala hal?

Orang bernama Indra ini hadir di dunia melalui sembilan bulan kehamilan ibunya, dilahirkan dalam air dan darah, dibesarkan dengan susu dari dada, dengan segala perjuangan yang dilakukan orang tuanya. Banyak orang telah memberikan tenaga dan waktu dan uang -- segala usaha untuk membesarkannya, melihat ia bertumbuh dewasa dan menikah. Berharap ada seseorang yang cukup berarti untuk berdiri sendiri.

Tetapi tidak, orang ini memilih untuk bunuh diri. Dia bukan orang yang bodoh, paling sedikit dia tahu bagaimana bisa memiliki sebuah smartphone, internet dan membuat akun facebook, dan membuat tayangan video live-view untuk menyiarkan kematiannya yang tragis. Tidak semua orang memahami teknologi seperti ini, dan sebenarnya kalau seseorang cukup cerdas untuk membuat tayangan ini, ia juga cukup cerdas untuk melakukan banyak hal lainnya yang berarti dan berguna. Masalahnya, ia tidak memandang kepada dirinya sendiri. Ia memandang bayangan tentang dirinya yang diproyeksikan orang lain di sekitarnya, yang membentuk gambaran salah total dan berakhir dengan kematian.

Bagaimana persepsi tentang diri bisa menjadi sangat sesat dan terpelintir seperti itu? Orang harus mempunyai dasar nilai yang benar untuk melihat diri. Jika orang mengukur dengan standar yang salah, maka segala sesuatu juga akan nampak keliru. Misalnya, jika seseorang memandang segala hal total menurut ukuran uang yang diterimanya, atau menurut pendapat orang-orang lain di sekitarnya, ia mungkin dapat menjadi sangat keliru. Ia menjadi mencintai uang, yang membuatnya melakukan kejahatan. Atau, mungkin ia menganggap dirinya tidak lagi berharga karena tidak bisa menghasilkan uang sebanyak tetangga, tidak punya jabatan untuk melakukan korupsi, tidak punya kenalan untuk bisa kongkalikong.

Apakah uang yang menjadi penentu kehidupan manusia? Apakah hormat dari orang lain yang membuat kehidupan menjadi berarti?

Uang adalah alat tukar yang sah, itu adalah suatu alat, tidak kurang, tidak lebih. Realitanya, yang dibutuhkan oleh manusia secara spiritual untuk hidup bukan uang. Manusia membutuhkan kasih, butuh sukacita, kegembiraan hidup,  butuh damai sejahtera, ketenteraman.

Manusia membutuhkan sikap kesabaran dari orang di sekitarnya, membutuhkan kemurahan hati baginya, mengharapkan kebaikan diberikan padanya.

Manusia mengharapkan kesetiaan pada hidupnya, menghargai kelemah-lembutan dalam menyikapinya, serta orang-orang yang bisa menguasai diri terhadapnya.

Dalam realita, itu adalah buah-buah spiritual yang dibutuhkan semua orang, yang diberikan oleh orang-orang lainnya, oleh kita juga. Saya dan Anda. Apakah kita secara spiritual bisa memberikan kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan, dan penguasaan diri bagi orang-orang lain? Masyarakat seperti apakah yang kita bangun, di mana kita berkontribusi di dalamnya?

Uang adalah alat untuk mentransfer buah-buah spiritual itu, alat untuk mengekspresikan kasih, alat untuk membuat gembira, alat untuk bermurah hati, alat untuk menghargai. Uang hanya alat, sedang manusia, kita semua, adalah pemakainya, pelakunya. Bagaimana orang memakai uang, untuk mengadakan buah-buah spiritual bagi sekitarnya? Baiklah, tidak usah terlalu jauh. Bagaimana kita memakai uang untuk keluarga kita?

Apakah kita mengasihi keluarga kita? Apakah kita membuat sukacita hadir bagi keluarga kita? Apakah kita menyediakan rasa tenteram, damai sejahtera di keluarga kita? Sudahkah kita pakai uang untuk hal-hal itu, atau sebaliknya kita menghamburkan uang untuk memenuhi nafsu diri sendiri yang tidak terbatas, lantas menjadi pelaku kejahatan karena terlalu cinta akan uang?

Jika orang mempunyai nilai yang salah dan memakai alat menjadi tujuan -- semuanya jadi sesat. Uang, politik, kekuasaan, kepandaian, itu semua adalah alat untuk membentuk kehidupan yang lebih baik, seharusnya bukan menjadi tujuan hidup untuk diperoleh sebanyak-banyaknya. Manusia tidak butuh sebanyak-banyaknya uang atau kekuasaan.

Apa gunanya memperoleh semua uang dan semua kekuasaan, di tengah dunia yang telah rusak dan mati? Kematian satu orang yang bunuh diri adalah tragedi. Kematian banyak orang dalam perang merebut kekuasaan adalah.... sekedar korban perang tanpa wajah tanpa nama. Hanya statistik.

Mengapa tidak memakai uang kita untuk memberikan ketenteraman bagi keluarga? Itulah sebabnya kita membeli asuransi, karena kita mau melindungi nilai ekonomi dari segala hal. Nilai ekonomi dari rumah, kendaraan, atau usaha. Nilai ekonomi dari diri kita sebagai penghasil nafkah, untuk memastikan kelangsungan kesejahteraan di saat musibah terjadi tanpa terduga. Bukankah semua peristiwa musibah itu menghilangkan harapan di masa depan, tidak lagi ada uang, atau tidak lagi ada pendapatan?

Membeli asuransi bukan soal memuaskan diri sendiri, atau egois memenuhi nafsu hasrat diri. Membeli asuransi adalah tindakan spiritual, dilakukan karena ingin menyediakan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga. Karena kehidupan ini rapuh, tanpa niat bunuh diri pun orang bisa meninggal karena kecelakaan saat menyebrang jalan di depan rumah, atau meninggal karena digigit nyamuk demam berdarah. Siapa tahu? Siapa bisa mencegah jika waktunya memang tiba?

Sekali lagi, ini tentang ekspresi kasih, memberi sukacita, damai sejahtera, berbuat dalam kesabaran, kemurahan, kebaikan, menjadi setia, lemah lembut, dan menguasai diri. Tidak ada seorangpun yang dapat menentang hal-hal ini.

Jagalah kehidupan, dan tolonglah mereka yang kehausan. Apalagi, mereka itu adalah keluarga kita sendiri.... turut berdukacita atas matinya Indra.

No comments:

Post a Comment