BAGAIMANA SEANDAINYA ORANG TIDAK PUNYA ASURANSI JIWA? Apakah memang benar-benar asuransi jiwa itu dibutuhkan? Kenyataannya, penetrasi asuransi jiwa di Indonesia masih sedikit. Angkanya berkisar 2% dan kelihatannya sukar untuk naik, menurut sebuah artikel di kompas. Dikatakan, ini menjadi tantangan bagi para pelaku industri asuransi jiwa. Situasi ini pasti mendatangkan konsekuensi, dan berapa banyak dari kita yang memikirkannya?
Pertama-tama, mari kita lihat seperti apa risiko yang dihadapi orang. Ada dua sumber risiko: internal dan eksternal dari diri seseorang. Dilihat dari peristiwanya, juga ada dua kemungkinan: seketika atau perlahan-lahan.
Secara internal, artinya muncul di dalam diri orang, ada hal-hal yang timbul seketika. Kemarin masih sehat, tahu-tahu sekarang mengalami kejang-kejang. Contohnya adalah infeksi akut, yang disebut sakit tetanus, typhus, atau kolera, atau cacar. Pernah dengar, sakit cacar yang konon punah tahun 2013 muncul lagi di Indonesia?
Penyakit berupa infeksi akut ini seringkali diakibatkan oleh kuman-kuman. Kekacauan akibat vaksin palsu yang baru-baru terungkap (setelah lebih dari 10 tahun), mungkin menyediakan jalan bagi penyakit lama yang ganas muncul lagi. Dengan kondisi iklim tropis di Indonesia, kita semua berhadapan dengan risiko ini.
Untuk mengantisipasi sakit infeksi, ada pelayanan BPJS Kesehatan. Ini adalah asuransi kesehatan yang wajib diikuti oleh semua warga negara Indonesia. Atau, kalau tidak, banyak orang masih sanggup membiayai sendiri pengobatan untuk infeksi akut. Masih bisa dirawat di rumah, paling habis satu juta, kira-kira. Kalau sampai masuk RS, siapkan sampai kurang lebih Rp 15 juta, sekarang.
Dengan berjalannya waktu, harga-harga meningkat ya.
Kondisi internal juga mungkin terjadi dalam kurun waktu yang panjang, menjadi suatu penyakit degeneratif. Ini adalah kegagalan sistem tubuh dan kerusakan organ-organnya. Yang terbanyak adalah jantug koroner, lalu ada sakit kanker. Kalau sudah sakit degeneratif, kehidupan berubah: harus mengatur pola makan, harus selalu makan obat, harus selalu kontrol ke dokter.
Kita berharap penyakit degeneratif ini bisa sembuh, tapi yang terjadi adalah keluarnya banyak sekali dana untuk biaya pengobatan, mulai dari diagnosa sampai tindakan medis. Kena jantung koroner, misalnya tersumbat pembuluh darah ke jantung, membutuhkan dana paling sedikit Rp 80 juta untuk melakukan operasi angioplasty alias di-balon. Kena kanker.... pengobatan kemoterapi adalah hal lumrah. Biayanya sekali terapi dari satu juta sampai belasan juta Rupiah.
Tidak ada yang ingin sakit, namun cara kita hidup membuat penyakit degeneratif semakin dekat pada kehidupan kita. Dalam kesibukan, banyak orang di kota -- di desa juga -- memiliki pola makan yang didominasi satu jenis pangan dalam jangka panjang. Daging ayam menjadi makanan pokok, selalu menjadi lauk di setiap kesempatan, bukan? Kita lebih sering makan fast-food, yang juga disebut junk-food alias sampah makanan. Kita minum sirup dan limun, dengan kadar gula yang tinggi. Kita makan kue dan permen, yang kadar gulanya tinggi. Kalori amat tinggi, dalam jangka panjang. Gendut.
Perlukah kita merasa heran jika hari ini lebih banyak orang yang mengeluh kadar gula dalam darahnya ternyata tinggi? Sakit diabetes menjadi suatu hal biasa.... toh, katanya, orang tidak mati karena sakit diabetes. Paling kalau ada luka, jadi borok karena tidak mau mengering. Banyak yang belum tahu, kalau sampai kena diabetes, ia mungkin bukan meninggal karena diabetes, melainkan karena gagal ginjal yang akut. Gula darah yang tinggi itu merusak ginjal, lantas menuntut harus cuci darah.
Hari begini, jika sudah terkena penyakit degeneratif, siap-siap untuk mengeluarkan dana tidak kurang dari Rp 100 juta untuk dibayarkan kepada rumah sakit. Sekali lagi, orang mengandalkan BPJS Kesehatan. Tapi sekarang ada beban, karena selain untuk biaya rumah sakit, juga muncul biaya perawatan di rumah, yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Ketika akhirnya yang sakit ini meninggal, banyak keluarga yang ditinggalkan dalam keadaan habis-habisan tidak punya uang. Kalau kita mau memperhatikan di sekitar kita baik-baik, ada banyak sekali kemalangan terjadi. Herannya, orang sekedar angkat bahu dan berkata, "itu sudah takdir Allah".
Astaga. Siapakah Allah yang memberi takdir demikian? Walau, faktanya memang banyak orang yang menjadi semakin miskin karena sakit.
Secara eksternal, ada kecelakaan yang seketika merampas kesejahteraan. Di Indonesia, banyak kecelakaan disebabkan karena pengendara sepeda motor yang tidak tertib. O, Astaga! Begitu banyak, begitu brutal! Yang mengalami kecelakaan bukan hanya pengendara motor, tapi juga pejalan kaki yang melintas. Kalau patah tulang, mungkin akan dipasang pen, biaya operasinya juga belasan juta. Misalnya pen yang dipasang di tulang paha yang patah, biayanya 13,5 sampai 16 juta -- tergantung rumah sakitnya.
Bila kecelakaan itu mengakibatkan cacat tetap dan total, kehilangannya sangat besar. Pekerjaan hilang, orderan tidak datang. Pengeluaran jalan terus. Tanpa asuransi, semua kondisi setelah musibah harus ditanggung sendiri.
Secara eksternal, ada lingkungan hidup yang menjadi semakin buruk. Siapa yang tidak menyadari bagaimana cuaca dan iklim sudah berubah? Kita dipengaruhi cuaca, mula-mula berkaitan dengan daya tahan tubuh. Cuaca juga bisa mendatangkan bencana yang merusak, dan memakan korban.
Lingkungan hidup juga menyangkut sosial, di mana perilaku orang-orang mendatangkan risiko, mulai dari kemacetan di jalan, asap rokok, juga ketegangan-ketegangan dalam masyarakat. Kondisi-kondisi ini menyebabkan stress dan gangguan kesehatan, hingga menyebabkan kondisi yang lebih serius dalam bentuk berbagai penyakit.
Karena terjadinya perlahan-lahan, banyak yang tidak menyadari -- ibaratnya ini seperti katak yang diam di dalam air di panci yang dimasak. Mula-mula dingin, berangsur menjadi panas hingga mendidih. Tahu-tahu bencana datang tanpa bisa dihindari. Tidak mampu menghindari.
Tanpa asuransi jiwa, semua kondisi ini harus ditanggung sendiri. Tidak ada cara memanajemen risiko dengan diversifikasi atau pencegahan -- keempat situasi di atas terjadi pada orang-orang di mana saja, baik di kota maupun di desa. Semakin lanjut usia, semakin besar kemungkinan sakit karena turunnya daya tahan tubuh.
Kalau masalah sudah tiba, asuransi jiwa dan asuransi kesehatan tidak dapat lagi diperoleh, kecuali asuransi sosial seperti BPJS. Itu pun terbatas hanya pada biaya rawat jalan dan rawat inap. Kebutuhan finansial lain tetap harus dipenuhi sendiri.
Ada banyak kasus di mana kebutuhan finansial itu dipenuhi dengan cara berhutang -- suatu hutang berjumlah besar yang terpaksa diambil untuk segera menutupi tagihan yang muncul. Masalahnya, jika penghasil nafkah yang mengalami musibah, tidak ada produktivitas yang cukup untuk membayar kembali hutang.
Tanpa asuransi, aset-aset yang seharusnya menjadi sumber, terpaksa dijual. Uangnya dipakai untuk membayar hutang dan menutupi kebutuhan yang terus muncul. Hutang tetap menjadi momok yang menyusahkan, mengambil segala hal yang tersisa termasuk yang dibutuhkan untuk perawatan. Jadinya yang sakit tidak kunjung sembuh, hingga akhirnya meninggal dalam keadaan miskin.
Ini adalah kisah-kisah nyata yang saya dengar dan lihat. Menyedihkan, sekaligus membuat miris karena itu juga bisa terjadi pada kita atau keluarga di dekat kita. Tanpa asuransi yang memadai -- hanya 2% saja yang memiliki asuransi jiwa -- waktu terus menerus membuat banyak orang Indonesia menjadi semakin miskin setelah musibah datang.
Jika ada yang masih anti asuransi karena pengalaman buruk -- maaf, tidak semua agen asuransi mempunyai kompetensi dan pengetahuan yang setara.
Agen Asuransi memegang peran penting untuk membawa solusi bagi bangsa dan negara ini. Tetaplah bersemangat untuk mengajarkan kebenarannya.
Sampai besok lagi....
Catatan tentang Asuransi di Indonesia ini merupakan kumpulan posting di facebook.
Consultation
Donny A. Wiguna CFP, QWP, AEPP, QFE adalah QUALIFIED FINANCIAL EDUCATOR, dari FPSB sebagai Lembaga Sertifikasi Profesi yang diakui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Melayani konsultasi dan bantuan penjelasan serta pelatihan Asuransi, Investasi, Dana Pensiun, dan Estate Planning. Berpengalaman mengajar dalam keuangan sejak 2007.
Hubungi Donny A. Wiguna dengan SMS atau Whatsapp di 0818-222-634
Area Bandung dan Jakarta serta sekitarnya.
Pencarian
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment