ASURANSI ADALAH PERJANJIAN YANG BISA DIHENTIKAN DI TENGAH JALAN, oleh phak pertama, Perusahaan Asuransi, maupun pihak kedua, Pemegang Polis. Untuk polis Asuransi Jiwa yang kontraknya berlaku bertahun-tahun, kemungkinan penghentian tidak bisa diabaikan karena merupakan hak dari kedua belah pihak. Prinsip dasar dari penghentian adalah kegagalan memenuhi prinsip Utmost Good Faith atau Uberrimae Fidei -- tentang hal ini bisa dibaca di sini.
Bagi perusahaan Asuransi Jiwa, dasar yang paling utama adalah apa yang tertulis di Surat Pengajuan Asuransi Jiwa alias SPAJ. Kalau pengisian di SPAJ ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, maka Perusahaan Asuransi bisa membuat surat dengan isi kata-kata seperti ini, "Keterangan, pernyataan atau pemberitahuan yang disampaikan kepada kami ternyata keliru atau tidak benar atau ternyata terdapat penyembunyian keadaan yang diketahui oleh Anda ..., maka: (i) dan (ii) Polis dan seluruh pertanggungan berdasarkan polis dengan sendirinya batal serta harus dianggap tidak berlaku dan, dalam hal demikian, Anda harus bertanggung jawab atas segala risiko, kerugian dan biaya (selain Biaya Asuransi) yang timbul sebagai akibat penerbitan polis ..."
Betul, perusahaan asuransi bisa menerbitkan ini, biasanya terjadi PADA SAAT KLAIM DIAJUKAN karena pemrosesan klaim menyangkut pemeriksaan tentang apa yang telah terjadi di masa lalu. Jika klaim tidak diajukan, pemeriksaan itu tidak dilakukan -- tidak mudah untuk menelusuri masa lalu seseorang. Jadi, Nasabah mengalami suatu musibah misalnya sakit dn dirawat inap, lalu mengajukan klaim, dan saat itu barulah perusahaan membuat penelitian bagaimana masa lalunya Tertanggung. Saat menemukan bahwa dahulu sudah pernah menderita sakit padahal di SPAJ menulis 'sehat', polis bisa dibatalkan. Klaim ditolak.
Yang menyebalkan, bisa saja terjadi, sakitnya di bagian kepala, tapi ketidakcocokan masa lalu dengan SPAJ adalah tentang suatu penyakit di pinggang, misalnya di ginjal. Polis dibatalkan bukan karena klaim, melainkan karena ketidakcocokan informasi SPAJ yang menulis 'sehat' padahal terbukti dahulu pernah sakit. Itu adalah pelanggaran Utmost Good Faith -- polis dibatalkan.
Apakah Nasabah rugi kalau polis dibatalkan? Ya, Nasabah mengalami kerugian. Namun dalam hal Nasabah sudah memberikan informasi yang tidak benar, itu adalah konsekuensi yang harus ditanggung oleh Nasabah.
Bagaimana jika sebaliknya yang terjadi?
Di Indonesia, banyak orang yang belum tahu apa-apa tentang Asuransi, khususnya tentang Asuransi Jiwa. AGEN ADALAH WAKIL DARI PERUSAHAAN ASURANSI JIWA yang bertugas untuk memberikan penjelasan dan membantu Nasabah -- baik Pemegang Polis atau Tertanggung -- dilindungi polis Asuransi Jiwa. Hari ini yang paling banyak adalah polis Asuransi Jiwa Unit Link, kini dijual oleh semua perusahaan Asuransi Jiwa. Agen Asuransi harus mempunyai sertifikasi untuk menjual Asuransi Unit Link dan menjelaskan segala ketentuan dan risiko dengan benar.
Apa yang terjadi ketika Agen sebagai wakil dari perusahaan asuransi jiwa tidak memberikan informasi yang benar? Di sini juga terjadi pelanggaran Utmost Good Faith, dari sisi Agen, yang berimplikasi bahwa Perusahaan Asuransi Jiwa juga tidak berniat baik sepenuhnya. Mengapa perusahaan tidak memberikan pelatihan yang cukup mendalam bagi agen-agennya? Mengapa orang yang masih belum cukup mengerti, bisa dibiarkan menjual asuransi unit link yang sebenarnya rumit?
Jika Nasabah tidak lagi merasa dapat mempercayai Polis yang dimilikinya, ia juga dapat menghentikan Perjanjian dengan menyerahkan kembali Polisnya. Ini disebut dengan SURRENDER. Dalam hal pelanggaran kepercayaan, pada umumnya ada perasaan sudah dibohongi tentang Asuransi Jiwanya, sehingga emosi dari Nasabah adalah merasa marah. Siapa yang tidak marah jika dirinya dibohongi?
Tentu saja, ada alasan lain mengapa polis di-surrender, terutama jika Nasabah mengalami kesulitan keuangan dan tidak lagi mampu untuk membayar polis secara teratur. Kalau alasannya tidak kuat lagi bayar premi, di sini tidak ada emosi marah. Yang ada adalah perasaan sedih.... Siapapun sedih kalau kekurangan uang...
Apapun alasannya, surrender mengakibatkan kerugian bagi Nasabah. Kalau produknya berupa Asuransi Unit Link, bisa lebih gawat -- mari kita lihat ada TIGA kerugian surrender Asuransi Unit Link.
Yang pertama, seluruh biaya akuisisi akan hilang lenyap tak berbekas. Begini, banyak Asuransi Unit Link membagi premi (yaitu dana yang disetorkan) dalam dua bagian, biaya akuisisi (diberi sebutan Premi Berjangka, Premi Berkala, Premi Dasar, Target Premi, dsb) dan top up. Biaya akuisisi pada tahun besarnya bisa 50%, 60%, 75%, sampai 100% dari dana yang disetorkan di tahun pertama. Jadi kalau setor dana 100 juta, bisa saja 75 juta diambil sebagai biaya, sisanya 25 juta menjadi top up, terus dihitung sebagai unit penyertaan investasi.
Di kebanyakan asuransi unit link, pada tahun pertama seluruh biaya akuisisi kan lenyap. Pada tahun kedua, tidak seluruhnya, karena sekitar 40% dari biaya akuisisi tahun kedua dialihkan menjadi investasi. Persentase dana yang dialihkan ini akan bertambah besar, hingga umumnya pada tahun ke enam dan seterusnya, seluruh biaya akuisisi sudah dialihkan sebagai unit penyertaan investasi.
Jika polis di-surrender, maka seluruh biaya akuisisi yang sudah dibayarkan ini lenyap. Bayangkan, seandainya per tahun bayar premi 100 juta, di tahun pertama 75 juta hilang. Di tahun kedua 60% dari 75 juta alias 45 juta hilang. Di tahun ketiga, keempat, kelima, 15% dari 75 juta alias 11,25 juta hilang per tahun -- total 3 tahun itu adalah 33,75 juta. Ditotal 5 tahun, 153,75 juta hilang. HILANG.
Lho? Bukankah biaya akuisisi memang hilang jika mengambil asuransi unit link?
Pikirkanlah biaya akuisisi adalah biaya untuk mengakuisisi atau biaya untuk memiliki Polis Asuransi Jiwa. Dengan membayar biaya akuisisi, kita memiliki Polis Asuransi jiwa, yang kelak akan membayarkan Uang Pertanggungan ketika kita meninggal dunia. Biaya akuisisi per tahun harusnya JAUH LEBIH KECIL dibandingkan Uang Pertanggungan, paling banyak hanya 20% nya. Mempertahankan polis asuransi jiwa sampai memperoleh keluarga klaim Uang Pertanggungan harusnya mengembalikan seluruh biaya akuisisi di awal.
Jika polis dihentikan oleh Perusahaan, atau Nasabah melakukan surrender, tentunya tidak mungkin melakukan klaim Uang Pertanggungan dasar ini. Biaya akuisisi benar-benar hilang bersama dengan hilangnya polis Asuransi Jiwa.
Yang kedua, ada biaya Asuransi yang terhutang pada Asuransi Unit Link. Pada tahun pertama dan kedua, seringkali tidak ada cukup unit investasi untuk untuk membayar biaya asuransi. Kebanyakan perusahaan asuransi jiwa akan membuat biaya asuransi selama tahun pertama sebagai HUTANG yang dibayar pada tahun-tahun selanjutnya,entah di tahun kedua atau ketiga dan seterusnya.
Apa yang terjadi jika hutang baru dibayar pada tahun ketiga, sedangkan Nasabah memutuskan untuk surrender pada tahun kedua? Pada saat proses surrender dilakukan, seluruh hutang harus terlebih dahulu dilunasi dengan mengambil dari unit investasi yang tersedia. Jika nilai investasi tidak mencukupi untuk bayar hutang, Nasabah harus membayar kekurangannya. Baru setelah itu, perjanjian diselesaikan.
Bayangkan Nasabah mulanya melihat bahwa nilai investasinya sama sekali berbeda dengan apa yang dijelaskan oleh Agen di saat permulaan. Mungkin dia sudah menyetor dana 8 juta per tahun, sudah berjalan dua tahun jadi 16 juta dana disetor, tapi ternyata nilai investasinya kurang dari 3 juta. Kok bisa?
Ya, karena ternyata si Agen membuat 100% premi tahun pertama menjadi biaya akuisisi. Jadi tahun pertama tidak ada yang menjadi unit, dan di tahun kedua hanya 40% yang jadi unit. 40% dari 8 juta adalah 3,2 juta, ini terus dipotong biaya asuransi dan biaya administrasi, setiap bulan. Diharapkan, ada peningkatan investasi yang signifikan atas dana 3,2 juta itu, tapi ekonomi sedang buruk malah justru minus, mengurangi nilai investasi.
Nasabah mungkin sama sekali tidak menyadari situasi ini dan melihat saldo nilai investasi kurang dari 3 juta itu dengan perasaan kesal bukan main. Katanya Agen ini tabungan, kok sudah taruh 16 juta, sekarang nggak sampai 3 juta?!! Merasa dibohongi, Nasabah melakukan surrender.
Perusahaan asuransi menerima surrender dan mengurangi lagi dengan hutang biaya asuransi yang belum dipungut, mungkin sekitar 1 jutaan. Dana yang dikembalikan pada Nasabah, hanya sekitar Rp 1,5 juta.
Bagaimana jika surrender dilakukan pada tahun ketiga? Nasabah mungkin akan lebih kaget dengan Nilai Investasinya karena terjadi penurunan yang signifikan.
Yang ketiga, Nasabah mengalami kerugian kesempatan. Tahukah Anda, bahwa Polis Asuransi Jiwa itu baru benar-benar 'hidup' pada tahun ketiga? Setelah memasuki tahun ketiga, pertanggungan berjalan penuh karena polis menjadi inkontestible, artinya pertanggungan jiwa dasar meninggal dunia tidak dapat ditolak oleh perusahaan asuransi. Klaim kematian harus dipenuhi.
Pernah dengar tentang Masa Tunggu? Hal ini juga harus dilalui oleh Nasabah, entah satu bulan, atau tiga bulan, atau satu tahun untuk masa tunggu Asuransi Kesehatan terhadap penyakit yang tidak menular. Setelah lewat masa tunggu, barulah perlindungan Asuransi Kesehatan berjalan penuh.
Selain itu, investasi baru berjalan kencang di tahun ketiga -- terutama untuk pengaturan di mana biaya akuisisi mendominasi preminya, 75% hingga 100% dana menjadi biaya akuisisi. Unit penyertaan investasi baru bertambah signifikan di tahun ketiga. Nilai investasi yang signifikan baru terasa di tahun keenam.
Dalam hal ini, jelaslah bahwa ASURANSI UNIT LINK BUKAN INVESTASI dalam pengertian bisa memperoleh keuntungan finansial. Apapun yang ditawarkan Agen, jika memang ada keuntungan, hal itu baru bisa dirasakan setelah melewati tahun kelima. Asuransi Unit Link adalah produk Asuransi Jiwa, yang manfaat utamanya memberikan PERTANGGUNGAN pada saat terjadinya musibah sesuai yang dinyatakan oleh polis.
Jika seseorang menghentikan Polis Asuransi Jiwa yang ia miliki, ia kehilangan waktu, kehilangan status inkontestible, kehilangan masa tunggu, kehilangan masa berinvestasi. Saat orang menutup polisnya yang lama terus membuka polis yang baru, ia harus mengulangi lagi masa inkontestible, masa tunggu, masa berinvestasi.... itu adalah kerugian intangible, yang tidak bisa diukur nilainya. Tapi, bisa jadi kerugian besar kalau kondisi musibah datang di tengah-tengahnya.
Dengan ketiga kerugian ini, lantas MENGAPA masih melakukan Surrender?
Pertama, jika memang tidak lagi menaruh kepercayaan, merasa Perusahaan Asuransi Jiwa tidak dapat dipercaya.... semua manfaat itu tidak dipercaya. Maka, tidak ada alasan untuk mempertahankan polis dan 'manfaat' yang dijanjikan. Jika tidak percaya, maka semua manfaat tidak ada artinya.
Kedua, jika memang manfaat Asuransi Jiwa terlalu kecil dibandingkan biayanya. Sedihnya, ini terjadi di mana Nasabah bayar biaya akuisisi lebih besar daripada Uang Pertanggungan, sedang manfaat tambahan seperti Asuransi Kesehatan hanya memberikan penggantian terbatas. Menjadi sangat mengesalkan ketika masuk rumah sakit dan tagihan 130 juta, dibayar asuransi hanya 50 juta sedang sisa 80 juta tetap harus ditanggung sendiri. Kalau biaya akuisisi terlalu besar, makin cepat dihentikan makin baik.
Ketiga, jika polis asuransi dibuat dengan tujuan yang salah. Mungkin tujuannya bukan untuk berasuransi melainkan untuk berinvestasi. Karena tujuannya investasi, biaya yang dikeluarkan menjadi terlalu besar -- ada biaya akuisisi, ada biaya asuransi tiap bulan. Jika memang mau berinvestasi lebih baik mengambil produk reksa dana saja. Itu juga dihitung dalam unit, tanpa ada pencairan unitnya, serta seringkali dikelola lebih profesional dengan hasil lebih tinggi secara signifikan.
Terakhir,
Jika Anda sebagai Nasabah merasa telah dibohongi oleh Agen atau Managernya, dan Anda memiliki bukti-bukti misalnya tulisan tangan dan gambar manfaat yang dibuat Agen, serta mempunyai saksi-saksi bagaimana sebelumnya Agen menjelaskan secara salah kepada Anda. Ketahuilah, Anda bisa melaporkan perilaku Agen tersebut ke polisi sebagai tindak pidana.
Hal ini diatur oleh UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. Ancaman hukumannya maksimum Rp 5 Milyar dan/atau penjara selama maksimum 5 tahun. Ini adalah bisnis yang serius dengan konsekuensi yang serius, untuk siapa saja yang tidak berniat baik sebagai Agen atau Manager.
Sampai besok lagi...
Catatan tentang Asuransi di Indonesia ini merupakan kumpulan posting di facebook.
Consultation
Donny A. Wiguna CFP, QWP, AEPP, QFE adalah QUALIFIED FINANCIAL EDUCATOR, dari FPSB sebagai Lembaga Sertifikasi Profesi yang diakui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Melayani konsultasi dan bantuan penjelasan serta pelatihan Asuransi, Investasi, Dana Pensiun, dan Estate Planning. Berpengalaman mengajar dalam keuangan sejak 2007.
Hubungi Donny A. Wiguna dengan SMS atau Whatsapp di 0818-222-634
Area Bandung dan Jakarta serta sekitarnya.
No comments:
Post a Comment