Consultation

Donny A. Wiguna CFP, QWP, AEPP, QFE adalah QUALIFIED FINANCIAL EDUCATOR, dari FPSB sebagai Lembaga Sertifikasi Profesi yang diakui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Melayani konsultasi dan bantuan penjelasan serta pelatihan Asuransi, Investasi, Dana Pensiun, dan Estate Planning. Berpengalaman mengajar dalam keuangan sejak 2007.

Hubungi Donny A. Wiguna dengan SMS atau Whatsapp di 0818-222-634
Area Bandung dan Jakarta serta sekitarnya.

Pencarian

Tuesday, September 6, 2016

Ambil Risiko, Tolak Asuransi?

PERASAAN PANIK DAN CEMAS INI BANYAK DIRASAKAN, bahkan oleh para pebisnis kawakan. Untuk merasakannya, coba jalan-jalan ke mall. Lihat betapa banyak tenant berganti. Lihat banyak orang berjalan-jalan, hanya melihat-lihat. Mereka bercanda, mereka beli makanan, namun mereka tidak berbelanja. Orang ada di sana, tapi transaksi tidak terjadi.

Mata pemilik toko tampak berbeda dari mata pegawai. Kalau pegawai, mereka mungkin sibuk, mungkin juga hanya duduk menghabiskan waktu. Tapi dalam suasana sepi, pemilik akan menatap jauh, tegang, sambil berusaha tetap tersenyum dan mengundang. Bagaimanapun, ada perasaan tertekan karena ekonomi sekarang. Bisnis tidak lagi semudah dahulu. Orang tidak berkunjung ke dalam tokonya.

Ada kesadaran-kesadaran baru. Tax Amnesty, misalnya, menimbulkan kesadaran bahwa negara kini serius sekali memungut pajak dari warganya. Ada kesempatan untuk tidak merisaukan masa lalu pembayaran pajak, dengan penegasan bahwa di masa depan tidak bisa lagi mengakali pajak. Artinya, harus kurangi penghasilan.

Bagi orang yang terbiasa dapat gaji dan pekerjaan tanpa risiko, nampaknya keuntungan pengusaha ini besar sekali. Betapa untungnya menjadi pengusaha! Namun, siapa yang memahami bahwa risiko usaha yang ditanggung juga besar? Dalam bisnis, hal-hal bisa terjadi. Stok sudah dibeli, hutang sudah mulai berjalan, namun pembeli tidak kunjung datang. Jika di akhir siklus masih belum terjual, bagaimana caranya bayar hutang?

Jika seorang hanya jadi karyawan, ia melihat dana yang dibutuhkan sebatas besar konsumsinya saja. Namun bagi seorang pengusaha, dana yang dibutuhkan adalah sebesar risiko usaha yang ditanggung. Ia tetap harus bayar tagihan, tetap harus bayar gaji. Ukurannya bukan besar konsumsinya sendiri. Taruhannya bukan piring makanannya saja, melainkan seluruh keberadaan usahanya. Pengusaha yang gigih akan mencari jalan lain, pasar lain, pembeli lain. Dengan keyakinan bahwa masih ada peluang, pengusaha akan pergi lebih jauh, menemui lebih banyak orang.

Menerima tekanan, pergi lebih jauh, berusaha lebih keras -- semua adalah tindakan mengambil risiko. Hal-hal bisa terjadi selama prosesnya; tubuh bisa sakit karena tekanan batin. Kecelakaan bisa terjadi selama perjalanan. Tidak jarang terjadi, tubuh tidak sanggup mengikuti tekad kuat dalam hati. Risiko dapat terwujud dalam musibah, dan tiba-tiba saja kondisi tak terduga memaksa semuanya tertunda, terhenti.


Dengan adanya pelemahan pertumbuhan ekonomi, yang juga dialami oleh Indonesia -- risiko personal justru meningkat. Dalam keadaan demikian, seperti apakah respon yang diberikan kepada seorang kenalan yang menjadi agen asuransi, lalu meminta waktu untuk bertemu?

Ada seorang yang mengatakan, bahwa perasaannya adalah kekesalan. Ini agen kok tidak tahu situasi, ya? Masih menjual Asuransi Jiwa, menyuruh bikin polis. Sekarang lagi pusing mengatur pembayaran! Masih pusing mengatur berapa uang yang masuk, dan berapa uang yang harus keluar kepada para supplier! Kalau sudah begini, terpaksa memberi lebih banyak promosi dan diskon untuk menarik pelanggan. Itu berarti laba yang lebih kecil, bagaimana caranya bisa bayar premi?

Yang lainnya merasa agak kena tipu karena agen datang dan mengatakan bahwa hasil investasi di polis asuransi unit linknya sangat bagus. Atas dasar penuturan itu, menghitung bahwa rata-rata hasil bisa mencapai 1% per bulan, maka sebagian dana yang dikumpulkan untuk bayar supplier nanti, ditaruh dulu dalam polis. Nyatanya, hasil invetasi jauh dari yang disebutkan. Ketika dananya ditarik dari polis, sudah jauh berkurang!

Saya sudah mengalami harus menyelesaikan masalah itu, ketika agen yang tidak bertanggungjawab menawarkan polis asuransi unit link sebagai tabungan dengan tingkat bunga yang menggiurkan. Saat realita sangat berbeda, agen menghilang dan saya harus maju untuk menjelaskan dan memberi jalan keluar. Pekerjaan yang sulit, dan sangat emosional.

Maka, dalam keadaan pertumbuhan ekonomi tertekan, bagi para agen asuransi jiwa juga merupakan keadaan yang cukup sukar. Bagi agen yang hanya mencoba-coba, tidak sedikit yang terus berhenti untuk mengalihkan usahanya di bidang lain yang lebih mudah, lebih sederhana baginya. Ada juga agen yang terus diterminasi alias dikeluarkan oleh perusahaan karena tidak cukup memberikan produksi tutupan polis baru.

Ini suatu kondisi yang tidak baik bagi nasabah-nasabahnya, karena tidak lagi mendapat pelayanan dari agen amatiran ini. Tidak ada orang yang bisa dihubungi untuk hal-hal terkait polisnya. Kondisi ini menjadi buah bibir yang pahit, disebarkan dari mulut ke mulut, menimbulkan banyak rasa tidak percaya, tidak ingin berurusan dengan agen asuransi.

Kondisi begini membenarkan sikap untuk menolak setiap agen asuransi jiwa yang datang padanya, yang menawarkan produknya. Lagipula berapa banyak dari para agen itu yang bisa menjelaskan secara utuh? Kebanyakan hanya mengunggulkan produk asuransi dari perusahaannya. Entah kata-katanya seperti,

"Bagaimana Pak, kalau nanti Bapak meninggal dunia?" atau

"Perusahaan kami nomor satu lho, Bapak lihat majalah ini"

Tentang meninggal dunia, itu kan urusan Tuhan? Pikiran yang positif tidak memberi kesempatan untuk hal-hal negatif seperti kematian. Lalu, tentang majalan yang bilang nomor satu itu, siapa yang pernah benar-benar menjelaskan apa maksudnya? Majalah itu menuliskan banyak hal yang sukar dimengerti, dengan banyak angka-angka yang tidak jelas maksudnya apa. Toh agennya juga tidak menjelaskan detil, ia hanya menunjuk NOMOR SATU nya saja. Apa artinya menjadi nomor satu di sana?

Kalau memang benar nomor satu, mengapa masih banyak keluhan dan komplain tentang perusahaan itu?

Dengan pemikiran demikian, maka tidak ada alasan kuat untuk sungguh mendengarkan agen asuransi. Biarlah mereka datang, untuk disuruh pergi dan tidak diingat lagi.

Tapi agen-agen itu bisa menjadi sangat mendesak, sangat keras kepala dan tidak mau menerima jawaban 'TIDAK' yang sopan. Maka, entah akhirnya diusir dengan sikap bermusuhan, atau mungkin juga diterima dengan mencari nilai pembayaran yang paling kecil. Ada bagusnya juga memiliki satu polis asuransi, supaya bisa menolak agen-agen lain yang datang dengan alasan, "ini saya sudah punya polis Asuransi Jiwa".

Alasan sudah punya polis Asuransi Jiwa itu seringkali jadi alasan yang paling efektif untuk menyuruh agen asuransi jiwa berlalu.

Kalau kita memikirkan semuanya, maka ada perasaan miris, juga sedih.

Para pengusaha ini berjuang demi usahanya, mengambil risiko yang lebih besar. Melakukan hal-hal yang lebih berisiko. Suka atau tidak suka, sadar atau tidak sadar, beban risiko itu harus ditanggung seseorang atau sesuatu.

Tanpa asuransi jiwa, semua risiko dtanggung sendiri. Masalahnya, tidak ada yang bisa menolak risiko, dan semua memiliki kemungkinan sakit, atau celaka, atau meninggal dunia. Di atas muka bumi ini, satu-satunya bentuk produk keuangan yang menolong manusia dari akibat terjadinya musibah, adalah asuransi jiwa yang dihitung sepadan dengan risiko yang dihadapi.

Ketidakbenaran agen asuransi bukan merupakan alasan untuk mengabaikan risiko Anda sendiri, bukan? Risiko itu tidak dapat dihilangkan,yang bisa dilakukan hanya mengendalikan atau mengalihkan.

Temukanlah agen yang profesional dan sungguh-sungguh bisa membantu Anda. Kenapa harus menunggu seseorang mengunjungi Anda? Temukanlah seorang agen profesional, dan hitunglah asuransi jiwa yang sesuai untuk menutupi risiko Anda. Premi yang dibayarkan adalah bagian wajar, angka kecil dibandingkan penggantian besar dari Asuransi Jiwa.

Ini adalah bagian penting dan sangat bermanfaat unuk dimiliki sekarang.

Sampai besok lagi....

No comments:

Post a Comment