Consultation

Donny A. Wiguna CFP, QWP, AEPP, QFE adalah QUALIFIED FINANCIAL EDUCATOR, dari FPSB sebagai Lembaga Sertifikasi Profesi yang diakui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Melayani konsultasi dan bantuan penjelasan serta pelatihan Asuransi, Investasi, Dana Pensiun, dan Estate Planning. Berpengalaman mengajar dalam keuangan sejak 2007.

Hubungi Donny A. Wiguna dengan SMS atau Whatsapp di 0818-222-634
Area Bandung dan Jakarta serta sekitarnya.

Pencarian

Saturday, September 10, 2016

EPILOGUE

SUSTER KEPALA ITU SUDAH MENGABDI 28 TAHUN di Rumah Sakit yang nyaman ini. Dengan masa kerja selama itu, bercakap-cakap dengannya memberi banyak kisah, banyak penuturan. Sedih dan gembira, sukacita dan dukacita. Juga kisah-kisah tentang kematian, karena seorang suster mempunyai pengalaman yang tidak dialami orang lainnya.

Bayangkan, berjaga di dini hari. Jam dua pagi. Mendengar erangan pasien, suara perlahan pun terdengar di lorong yang sepi. Suster yang pertama masuk menjenguk, melihat keluarga yang sedang menunggu pun sedang tertidur pulas di sofa, tidak terbangun oleh erangan itu. Kondisi krisis, dan pagi yang tenang segera berubah menjadi heboh. Dokter jaga dipanggil. Usaha resusitasi dilakukan, tapi Yang Maha Kuasa bermaksud lain.

Dua jam kemudian, menjelang subuh, pasien dinyatakan meninggal dunia. Berapa banyak orang yang berpengalaman memandang kematian demi kematian seperti seorang suster senior?

Lalu, akhirnya menjadi suatu pemikiran dan keresahan tentang kematian suami Suster. Juga kematiannya sendiri. Karena, memahami penyakit bukan berarti sanggup mencegah penyakit. Suami sendiri mengalami gula darah tinggi, mau bagaimana lagi? Bekerja jadi suster tidak memberi banyak waktu untuk menjaga betul makanan keluarga.

Bekerja menjadi suster juga tidak memberi banyak yang bisa disisihkan untuk masa pensiun, yang tak lama lagi akan datang. Bagaimana caranya melalui masa pensiun? Bagaimana, jika memasuki masa pensiun, malah terkena penyakit berat? Suster tahu berapa yang harus dikeluarkan untuk biaya perawatan di Rumah Sakit. Sudah melihat wajah-wajah yang cemas dan memelas, mereka yang dirawat di kelas tiga dan dua, karena memikirkan biaya yang harus ditanggung. 

Ada saja yang mengharamkan mengikuti Asuransi Kesehatan. Coba katakan itu kepada mereka yang bertanya kepada Suster, bagaimana caranya mendapatkan keringanan biaya pembedahan? Ini sudah dirawat di bangsal kelas 3 yang biayanya paling rendah. Bagi Sang Suster sendiri, jika setelah memasuki masa pensiun, bukankah ia juga menghadapi masalah yang serupa bila harus di rawat di rumah sakit?

Menjelang masa pensiun, orang melihat bagian akhir, bagian Epilogue dari kisah produktivitasnya. Itu muncul dari kesadaran bahwa waktu ada batasnya, semua cerita ada bagian ending-nya. Menemui suster seperti itu, memberi pertanyaan kepada diri kita sendiri: bagaimana dengan Epilogue kehidupan kita, di bagian akhir setelah masa produktivitas kita?

Kesadaran-kesadaran itu, mungkin tidak muncul ketika kita masih sangat muda, saat belum melihat dunia, belum memahami tuntutan dan tantangan yang ada. Ketika semua masih nampak hitam dan putih, dan yang paling utama adalah bermimpi serta berjuang untuk mewujudkannya. Masih merasa menjadi serba-bisa dan serba-kuat, sanggup untuk menerobos badai hidup yang paling hebat.

Saat ketika Asuransi Jiwa dengan nilai tunai nampak sebagai produk yang sangat tidak masuk akal. Mengapa susah beli asuransi unit link, atau asuransi seumur hidup dengan pembayaran terbatas? Sudah, beli saja asuransi jiwa berjangka, bayar terus sampai akhir kontrak. Beli saja asuransi kesehatan terpisah, bayar terus sampai selesai masa pertanggungannya. Saat muda, semua terlihat mampu, sanggup, kuat. Kalau tdak mampu, ya diusahakan supaya jadi mampu.

Dengan berjalannya waktu, menjelang dan ketika memasuki usia 50, mulai menyadari bahwa ada keterbatasan. Kalau sebelumnya tidak menabung teratur, mulai terlihat bahwa menabung di usia 50 itu sangat berat. Menaikkan produktivitas itu susah, mempertahankannya pun butuh perjuangan. Mempertahankan membayar premi asuransi jiwa yang meningkat? Nampak berat. Apakah masih mau ditanggung?

Mungkin tidak. Maka berakhirlah polis asuransi jiwa. Dan terjadilah, saat meninggal dunia, ia pun meninggalkan beban berat bagi keturunannya.

Kebijaksanaan bisa kita temukan lewat berbicara dengan orang yang lanjut usia. Apakah mereka masih bermimpi? Apakah mereka masih mencoba hal-hal yang baru, teknologi terkini? Apakah mereka masih membayar untuk mengembangkan diri? Apakah mereka masih membayar premi asuransinya?

Kita belajar ada orang-orang yang tetap menjaga api semangat di dalam dadanya, dan terus hidup, bahkan di masa epilogue dari produktivitasnya. Tetapi banyak juga orang yang terbelenggu oleh masa lalu dan pasrah pada keadaan akhir yang harus dialaminya. Mengakui bahwa dirinya sudah tua, sudah lemah, sudah tidak lagi bisa belajar.

Yang satu hatinya dipenuhi kasih kepada keluarga, kepada keturunan yang dicintainya. Yang lain hatinya hitam oleh gelapnya beban, dipenuhi oleh mengasihani diri sendiri, secara egois menuntut semua keturunannya untuk menanggung beban masa tua.

Pada akhirnya, masa depan ternyata tidak dibentuk oleh perusahaan, atau oleh agen, atau oleh produk. Masa depan dibentuk oleh diri kita sendiri dari kemarin, sekarang, dan besok.

Pembicaraan dengan Suster Kepala itu yang mendorong saya untuk memasuki dunia asuransi jiwa, 10 tahun yang lalu. Asuransi Jiwa adalah bagian dari rencana, bagaimana hendak menyusun Epilogue kehidupan, ketika kehidupan sudah berakhir. Seperti dalam novel ketika tokoh utama telah tiada, dan penuturan yang ada merupakan kisah orang-orang yang melanjutkannya.

Dari keluarga ke keluarga, semua orang tua menuliskan epilogue nya masing-masing. Ada yang mewariskan kesejahteraan. Yang lain, mewariskan hutang dan perpecahan. Ketika kisah itu sudah tertutup, tidak ada lagi yang bisa dilakukan.

Tetapi bagi kita sekarang, yang masih produktif dan masih tetap muda, kesempatan masih terbuka lebar untuk menuliskan apa yang menjadi epilogue dari kehidupan kita. Pertanyaannya, apakah kita cukup peduli untuk melakukannya?

Be wise.

No comments:

Post a Comment