Consultation

Donny A. Wiguna CFP, QWP, AEPP, QFE adalah QUALIFIED FINANCIAL EDUCATOR, dari FPSB sebagai Lembaga Sertifikasi Profesi yang diakui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Melayani konsultasi dan bantuan penjelasan serta pelatihan Asuransi, Investasi, Dana Pensiun, dan Estate Planning. Berpengalaman mengajar dalam keuangan sejak 2007.

Hubungi Donny A. Wiguna dengan SMS atau Whatsapp di 0818-222-634
Area Bandung dan Jakarta serta sekitarnya.

Pencarian

Monday, August 1, 2016

Asuransi, Investasi dan Tax Amnesty

DI DALAM DAFTAR KODE HARTA DAN KEWAJIBAN PADA PAJAK, TIDAK ADA KODE UNTUK ASURANSI. Ini menjadi pertanyaan, "apakah asuransi ini termasuk yang harus dilaporkan dalam kumpulan harta untuk Tax Amnesty?" Sungguh membingungkan.

Pertama-tama perlu kita pahami ada tiga macam urusan dalam hal Asuransi. Yang pertama adalah dana pembayaran premi, yang merupakan bagian yang harus dipenuhi Pemegang Polis. Yang kedua adalah bentuk investasi pada asuransi unit link atau asuransi dengan investasi lainnya. Yang ketiga adalah penerimaan dana klaim dari Asuransi oleh penerima manfaat.

Perlu diketahui juga, bahwa sebagai Perjanjian, Asuransi BUKAN merupakan Harta, bukan aset. Asuransi adalah perjanjian yang memberi kepastian adanya pertanggungan, dimana Uang Pertanggungan bukan hasil tabungan, melainkan kumpulan premi dari banyak orang peserta asuransi.

Karena alasan ini pula, maka asuransi jiwa bukan memberikan warisan, dan penyerahan Uang Pertanggungan tidak harus mengikuti ketentuan hukum waris, baik hukum waris perdata, hukum waris Islam, atau hukum waris adat. Kenapa? Karena pengajuan dan persetujuan asuransi bertumpu pada Insurable Interest.

Kalau ada yang bersikukuh mengatakan asuransi jiwa adalah aset atau harta, coba serahkan polis asuransi jiwa sebagai agunan untuk mendapatkan kredit bank. Apakah bisa? Kalau memang asuransi adalah aset, seharusnya bisa dong! Tetapi, tidak diterima bukan?

Lain lagi kalau menyerahkan sertifikat deposito bank sebagai agunan kredit. Bisa, bukan? Itu karena deposito bank adalah aset, bisa dimasukkan sebagai harta.

Untuk mendapatkan Asuransi, orang harus membayar premi. Nah, darimana uang untuk memperoleh premi? Apakah dana pembayaran premi itu sudah dimasukkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak?

Di sini ada 'kesalahan' dalam menghitung pajak. Misalnya penghasilan orang itu 200 juta setahun. Potong ptkp, potong zakat, potong pembayaran dana pensiun.... itu harusnya dihitung pajak penghasilan progresif jadi sekian.

Tapi, mungkin orang itu membayar premi asuransi sebesar 30 juta per tahun. Jadi, penghasilannya hanya 170 juta yang dimasukkan dalam perhitungan SPT.... nah, itu kan tidak boleh? Salah tuh! Pembayaran premi asuransi tidak menjadi pengurang pajak!

Jika memang dilakukan, kesalahan inilah yang harusnya dilaporkan, sudah dilakukan berapa tahun, dengan nilai berapa? Ada Tax Amnesty: diungkapkan, ditebus, dan Anda bisa merasa lega.

Okay? Sekarang yang kedua, pada asuransi yang dikaitkan dengan investasi atau PAYDI. Sebagai asuransi, pada hakekatnya bukan objek pajak, tidak perlu lapor pajak, karena dasar dari asuransi adalah TIDAK MEMBERI KEUNTUNGAN alias tidak mendatangkan penghasilan.

Tapi, justru orang berasuransi unit link untuk memperoleh keuntungan dan sebisanya mendatangkan penghasilan tambahan. Iya kan? Agen-agen asuransi yang masih jualan unit link hanya membicarakan tentang "tabungan" dan "investasi bagus" itu kan banyak.

Alhasil, memang orang berasuransi dan juga berinvestasi. Kalau lihat bagian investasinya, jelas ada keuntungan kan?

Eh, keuntungan pada asuransi unit link tidak kena pajak! Penarikan dana lewat pencairan unit di asuransi unit link tidak kena pajak! Ini serupa dengan reksa dana.

Betul, keuntungan tidak kena pajak. Tetapi dana untuk memperoleh unit-unit investasi -- entah itu di reksa dana, atau di asuransi unit link -- itu sudah dilaporkan atau belum?

Maka, seharusnya di SPT, ada dilaporkan reksadana dan investasi di asuransi unit link, dengan mencantumkan dana perolehan yang mula-mula ditanamkan. BUKAN menghitung nilai pasarnya sekarang ya, di mana sudah ada hasil investasi. Bisa saja kan, ada orang yang menaruh dana Rp 100 juta di asuransi unit link yang sudah ada -- sebagai unscheduled top up alias top up tidak terjadwal.

Masalahnya begini lho: misalnya di tahun 2015 ada pendapatan 120 juta dan ada hutang 50 juta, lantas dihitung ada penambahan aset 150 juta. Bisa saja kan? Punya pendapatan segitu plus ambil hutang, jadi bisa beli aset / harta yang nilainya besar. Tapi, di situ tidak ada hitungan untuk investasi di asuransi.

Lha, kalau ditambahkan ada pengeluaran Rp 100 juta untuk top up di asuransi, artinya jelas ada kesalahan mengisi SPT dan salah mengakui harta. Itu duit Rp 100 juta top up datang dari mana?

Nggak masalah kalau nyatanya sekarang uang Rp 100 juta itu sudah menjadi Rp 300 juta. Orang pajak cukup mengerti bahwa investasi bisa meningkatkan nilai harta -- namanya investasi 'kan. Pertanyaannya: sudah dilaporkan atau belum tuh modalnya?

Kalau belum, ada Tax Amnesty. Ungkapkan, tebus, dan lega.

Tapi perhatikan bahwa dalam hal ini ada aturan Tax Amnesty, atas unit reksadana atau unit link yang berorientasi investasi (artinya, nanti di tengah jalan akan ditarik sebagai keuntungan investasi), yang BELUM pernah dinyatakan dalam SPT 2015....

Prinsipnya, pada akhir Desember 2015, unit reksadana atau unit link tadi harus dibuat suatu DEKLARASI. Ini disebut sebagai Harta Tambahan, yang dihitung NILAI PASAR nya di akhir Desember 2015. Cara hitungnya: lihat berapa jumlah unit yang ada dan berapa Nilai Aktiva Bersih per 31 Des 2015 -- kalikan kedua angka itu untuk mendapatkan nilai pasarnya.

Bagaimana kalau digunakan UTANG untuk berinvestasi? Sangat tak lazim.... ketentuannya, hutang dihitung 50% untuk perorangan dan 75% untuk badan. Jadi nilai pasarnya dikurangi hutang, menjadi nilai bersih.

Dan bagaimana jika unitnya sudah dicairkan sebelum akhir 2015? Ya masukkan saja nilai pencairannya yang terus berubah jadi duit di bank itu. Sama saja, jadi nilai bersih. Ini adalah faktor investasi ya, bukan asuransi. Aslinya adalah ketentuan untuk reksa dana.

Dari angka nilai bersih itu, hitung berapa tebusan yang harus dibayar, mengikuti ketentuan yang ada. Buru-buru saja deh melapor!

Yang ketiga adalah sisi klaim. Maksudnya bukan klaim diri kita sendiri (kan kita masih hidup nih!) melainkan jika orang tua kita punya asuransi, kemudian mereka meninggal dunia, lantas kita sebagai anak-anak melakukan klaim dan perusahaan asuransi jiwa membayar.

Secara keuangan, tahu-tahu kita mendapatkan dana sebesar sekian juta, atau sekian milyar. Ini dana bisa dipakai untuk modal usaha kita, bukan?

Masalahnya, mungkin kita tidak melaporkan ke SPT bahwa ada penerimaan klaim asuransi sebesar itu. Entah lupa mungkin, maklum karena berdukacita ditinggal orang tua yang dikasihi sepenuh hati.

Nah, mengenai klaim ini, sudah jelas ini bebas dari pajak. Ini bukan harta yang menjadi objek pajak. Kita mungkin keliru karena tidak melaporkan, tetapi harusnya kita masih memiliki dokumen klaim, bukan?

Laporkanlah klaim asuransi jiwa yang diterima itu sebagai klaim asuransi jiwa. Itu tidak kena pajak, jadi tidak perlu bayar tebusan. Demikian juga jika orang tua mewariskan harta -- itu juga tidak kena pajak.

Hanya, bila harta berupa properti maka ada biaya pengalihan hak atas tanah dan bangunan. Nah, itu tetap harus dibayar, toh untuk warisan dan hibah langsung ada diskon 50%, jadi cukup 2,5% saja bayarnya, dihitung dari NJOP. Ada cara berhitungnya....

Jadi, bisa dipakai kan, Tax Amnesty ini?

Sampai besok lagi....

1 comment:

  1. Bermain sabung ayam dengan pulsa xl & telkomsel emang bisa? bisa kok hanya di agen sabung ayam pulsa clik link tersebut untuk mendapatkan akun sabung ayam dengan pulsa anda..
    Hubungi kami di WA: +62-812-2222-995 & Telegram : @bolavitacc

    ReplyDelete