ASURANSI JIWA ADALAH BAGIAN DARI RENCANA NASABAH, dan sepenuhnya merupakan kepentingan Nasabah. Karena merupakan rencana Nasabah, maka pertimbangan dimulai dari apa yang dibutuhkan, bukan apa yang ditawarkan.
Selama bertahun-tahun, masyarakat terbiasa dengan pemberitaan dari majalah tertentu mengenai "20 Asuransi Terbaik" -- majalah itu diburu para agen dari perusahaan-perusahaan yang disebut 'terbaik' untuk ditunjukkan pada calon Nasabah. Wow, kenapa tidak berasuransi di perusahaan terbaik versi majalah itu?
Wow, kenapa harus? Beberapa hal yang disebutkan, sama sekali tidak berkaitan langsung dengan kepentingan Nasabah. Mari kita lihat.
Yang pertama adalah tentang solvensi, atau disebut Risk Based Capital Ratio. Ini adalah perbandingan antara equity atau modal yang dimiliki oleh perusahaan asuransi dibandingkan dengan besar risiko senilai Total Uang Pertanggungan yang dijaminnya. Peraturannya, minimal harus 120%; artinya kalau perusahaan menanggung total UP sebesar Rp 1 Triliun, Perusahaan itu harus memiliki modal minimal sebesar Rp 1,2 Triliun.
Di sini ada dua faktor: modal dan risiko. Namanya modal, itu bisa ditambah melalui suntikan dana oleh pemilik perusahaan asuransi. Tinggal tambah modal, maka solvensi bertambah. Di sisi lain, risiko akan bertambah bila perusahaan asuransi berhasil menambah bisnis baru dan mengambil alih lebih banyak nasabah.
Ada perusahaan asuransi yang RBC nya tinggi, bahkan lebih dari 500%. Apakah itu bagus? Belum tentu. Dengan solvensi setinggi itu, artinya ada modal yang tertanam cukup banyak sedangkan jumlah risiko yang ditanggung belum banyak. Mengapa bisa demikian?
Jawaban yang paling sederhana: karena perusahaan asuransinya baru beroperasi, dana lebih banyak keluar untuk membangun fondasi operasional. Uang dipakai untuk membeli properti, menyewa tenaga konsultan dan kontraktor, dan banyak dana keluar untuk perekrutan dan pelatihan. Selama hal-hal ini disiapkan, belum banyak tutupan polis terjadi. Belum banyak risiko yang ditanggung.
Jadi dalam rasio ini, bagian penyebut di atas nilainya tinggi, sedang bagian pembilang di bawah nilainya masih rendah. Tentu saja RBC nya menjadi tinggi sekali.
Lain halnya jika perusahaan sudah berdiri belasan tahun, dengan RBC sangat tinggi. Modal sudah lama ditanamkan, tetapi besarnya risiko yang ditanggung tidak kunjung bertambah. Ini berita buruk bagi pemilik modal, karena mengindikasikan profitabilitas yang rendah. Itu adalah berita buruk bari perusahaan asuransi.
JIka kondisi RBC tinggi terjadi terus menerus dalam jangka panjang, ada kemungkinan pemilik lama akan mencari investor baru, untuk menyuntikkan dana baru, sehingga bisa mengeluarkan produk baru. Perusahaan asuransi harus berjuang mengumpulkan lebih banyak risiko untuk ditanggungnya, mengumpulkan premi, dan dari sana bisa memperoleh keuntungan.
Berhenti sebentar dan coba pikir, apa sih yang sungguh-sungguh bermakna dari RBC bagi kepentingan Nasabah?
Permodalan perusahaan asuransi itu sendiri bisa mempunyai banyak bentuk; ada aset-aset yang bersifat likuid, ada yang menetap seperti bangunan. Kalau melihat laporan keuangan perusahaan, kita hanya melihat angka-angkanya, tanpa mengerti komposisi jenis aset. Jika aset kebanyakan berbentuk instrumen yang likuid (artinya gampang dicairkan), maka perusahaan itu sewaktu-waktu dapat keluar dari Indonesia dengan mudah.
Tidak sedikit lho, perusahaan asuransi asing yang keluar dari Indonesia karena tidak kunjung mencapai target profit. Hanya, tentu tidak semuanya begitu!
Ada juga perusahaan yang mempunyai visi yang kuat, didukung mempunyai dana yang kuat, sehingga mampu bertekad akan tetap bertahan apapun yang terjadi. Perusahaan ini biasanya sudah sangat besar secara internasional, mempunyai reputasi yang besar dan kuat sebagai perusahaan asuransi jiwa. Reputasi sangat penting dalam dunia perasuransian!
Perusahaan asuransi itu ada bermacam-macam lho, bukan semuanya asuransi jiwa. Jika melihat ranking di kancah global seperti Fortune 500, ada perusahaan asuransi yang besar sebagai Asuransi Proyek dan Konstruksi. Ada Asuransi Properti dan Kecelakaan. Ada Asuransi Finansial. Juga ada perusahaan Asuransi Jiwa. Semuanya adalah perusahaan global raksasa.
Jika misalnya induknya adalah asuransi finansial, sedang anak perusahaan di Indonesia sebagai asuransi jiwa tidak cukup menguntungkan, mungkin pengelolaannya akan terus ditinggalkan. Bagaimanapun, induknya di sana tidak cukup terfokus untuk menyelenggarakan asuransi jiwa, toh sudah beruntung melalui asuransi finansial yang dikuasainya.
Kalau sudah begini, sekalipun nama perusahaan asuransinya besar, tapi kiprahnya di Indonesia tidak jauh berbeda dari perusahaan asuransi jiwa lainnya. Bukan berarti jelek lho ya, namun juga tidak bisa dibilang istimewa. Maka belum tentu semua asuransi jiwa yang punya induk berupa perusahaan raksasa, pasti punya kondisi yang sepadan besarnya di Indonesia.
Bagi Nasabah, yang utama adalah analisa yang baik serta rekomendasi yang benar dari Agen. Rekomendasi yang dapat dipertanggungjawabkan, memberi kepastian dan menimbulkan rasa aman tenteram. Ini semua, pertama-tama, diperoleh dari Agen, bukan dari perusahaan.
Perusahaan asuransi dituntut pertama-tama untuk memberikan produk keuangan, perjanjian Asuransi yang menguntungkan kedua belah pihak. Perusahaan Asuransi bertumpu pada kemampuan underwritingnya -- kemampuan memilah risiko untuk ditanggung -- serta menyediakan skala underwriting yang besar, dengan biaya yang lebih rendah.
Bagi Nasabah, manfaat Asuransi itu akan sama di perusahaan manapun. Kalau polis menyatakan akan memberi pertanggungan 1 Milyar jika meninggal, maka di perusahaan mana pun, bila ada musibah meninggal klaimnya ya sama. Tidak lebih, tidak kurang, persis seperti yang dinyatakan polis. Perbedaannya adalah berapa biaya yang dikeluarkan oleh Nasabah?
Kembali melihat-lihat majalah itu.... toh tidak ada pembahasan mengenai berapa besarnya biaya asuransi dibandingkan manfaat dalam hal ada meninggal dunia seperti yang dijanjikan. Juga jarang yang menampilkan berapa besar persistensi, yaitu perbandingan berapa Nasabah yang tetap membayar premi dibandingkan total Nasabah. Jika persistensi rendah, berarti banyak Nasabah yang tidak meneruskan polisnya.
Kalau persistensi rendah, boleh jadi indikasi tentang suatu hal. Apakah biayanya terlalu tinggi? Apakah klaimnya terlalu rumit? Apakah agennya tidak menjelaskan dan melayani dengan benar?
Tapi yang seperti itu kan tidak dibahas di majalah ya.... lantas apa manfaatnya mengetahui ranking 20 Asuransi terbaik? Lagipula, bagaimana sih cara menentukan ini atau itu yang terbaik?
Lebih baik, menurut saya, pastikan kita bertemu Agen yang baik dan berintegritas, di mana kita bisa bertanya padanya tentang apa yang bisa disediakan oleh perusahaannya. Bukannya mengecilkan pemberitaan majalah itu, tapi sungguh, saya belum memahami pertimbangannya secara langsung.... my bad.
Baiklah, saya juga kan manusia yang masih banyak kekurangannya.
Sampai besok lagi....
Catatan tentang Asuransi di Indonesia ini merupakan kumpulan posting di facebook.
Consultation
Donny A. Wiguna CFP, QWP, AEPP, QFE adalah QUALIFIED FINANCIAL EDUCATOR, dari FPSB sebagai Lembaga Sertifikasi Profesi yang diakui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Melayani konsultasi dan bantuan penjelasan serta pelatihan Asuransi, Investasi, Dana Pensiun, dan Estate Planning. Berpengalaman mengajar dalam keuangan sejak 2007.
Hubungi Donny A. Wiguna dengan SMS atau Whatsapp di 0818-222-634
Area Bandung dan Jakarta serta sekitarnya.
No comments:
Post a Comment