SEMUANYA TENTANG KEKAYAAN ADALAH PERSEPSI, dan asalnya seringkali dari apa yang orang percaya, bukan apa yang orang pahami. Karena pengamatan manusia sangat terbatas dalam waktu, maka apapun yang berubah dalam jangka waktu singkat terasa hebat, besar.
Apapun yang butuh waktu lama untuk berubah, dipandang sebelah mata, kecil, dan seringkali diabaikan. Kita percaya pada apa yang bisa kita lihat, bisa kita perhatikan. Keuntungan, kerugian, diukur setidaknya dalam satuan tahun. Dua tahun, itu lama. Tiga tahun? Terlupakan.
Dalam upaya mengembangkan kekayaan, batas waktu jauh lebih panjang dari tiga tahun. Kita mempunyai waktu sekitar 38 tahun sejak lulus kuliah hingga masa pensiun. -- pensiun itu berarti BERHENTI BEKERJA, bukan berpindah dari posisi pegawai menjadi wiraswasta. Saat pensiun adalah garis akhir; apakah berhasil? Apakah gagal?
Begini, ada tiga kelompok orang di dunia ini. Kelompok pertama, yang terbesar, adalah orang-orang yang tidak memahami tentang investasi, namun sedikit banyak mengerti tentang kebutuhan finansial di masa yang akan datang. Begitu pikiran "saya butuh duit" itu datang, kebanyakan menjadi emosional serta mencari jalan keluar emosional juga.
Bentuk emosional yang paling tua adalah bermain judi. Bermimpi menjadi kaya dalam semalam. Sekarang orang tidak bermain judi, melainkan bermain uang, Money Game. Skema piramida. Ponzi scheme, remember?
Kelompok kedua adalah orang-orang yang masih tidak memahami investasi sepenuhnya, namun mereka paham bahwa ini tidak bisa ditangani sendiri. Jadi, orang-orang ini menyerahkan dana mereka kepada orang-orang yang profesional dan terdidik serta terlatih untuk itu.
Di dalam penyerahan ini, jangka waktu menjadi lebih panjang. Investasi dilakukan dalam sistem yang teratur. Beli di harga rendah, jual di harga tinggi. Mengambil hanya perubahan kecil saja dalam waktu singkat, supaya dalam jangka panjang diperoleh hasil yang signifikan.
Kelompok ketiga adalah orang-orang yang profesional tadi, yang profesional dan terdidik serta terlatih untuk itu. Di Indonesia, ada Badan Nasional Sertifikasi Profesi yang menguji dan memberi sertifikasi profesi, sebagai pengakuan atas kompetensinya. Untuk perusahaan Manajer Investasi, sertifikatnya adalah Wakil Manajer Investasi, atau WMI.
Para profesional tidak bekerja dengan emosi, walaupun menangani dana dalam jumlah triliunan rupiah, ratusan juta USD, bahkan miliaran Euro. Mari kita perhatikan tiga hal yang membedakan mereka dari kebanyakan orang di kelompok pertama dan kedua.
Hal pertama adalah, mereka sangat memahami bahwa investasi pada hakekatnya berupa proses mengkapitalisasi risiko. Ada risiko, ada hasil - maka inti dari proses berinvestasi adalah manajemen risiko. Asuransi adalah bagian di dalam manajemen risiko -- digunakan istilah berbeda seperti LPS, CDS, yang intinya tetaplah suatu asuransi.
Hal kedua adalah, mereka membuat portofolio dari apa yang mereka kelola. Dana tidak dicurahkan dalam satu efek atau surat berharga; berbagai kelas aset digunakan. Mungkin orang berpikir bahwa yang paling banyak adalah saham dan perdagangan uang? Bukan, di dunia ini kelas aset yang terbesar adalah obligasi atau surat utang, terutama surat utang negara.
Jadi dalam jangka panjang, mungkin separuh portofolio adalah obligasi, lalu saham bluechip, baru kemudian saham yang lebih turun naik serta sebagian kecil di pasar uang. Komposisi portofolio tidak tetap sama, melainkan berubah-ubah mengikuti perubahan ekonomi. Ada waktunya untuk masuk dalam situasi berisiko, atau risk-on, ada juga saatnya menghindari risiko atau risk-off.
Dalam sistem investasi, ada metode untuk menentukan di harga berapa sebuah efek sebaiknya dibeli dan di harga berapa dijual, dengan pengaman jika keadaan ternyata tidak berlangsung seperti yang diduga, suatu stop loss (SL) dan juga suatu tingkat dimana keuntungan perlu direalisasikan, suatu target profit (TP).
Hal ketiga adalah pergerakan dalam batasan waktu; suatu kumpulan dana diinvestasi dalam jangka waktu tertentu dan target pencapaian tertentu. Semakin dekat hasil yang diperoleh ke target, serta semakin pendek jangka waktu ke batas waktu, dibutuhkan pengelolaan investasi yang lebih konservatif.
Jadi, pengelolaan harta tidak selalu dikerjakan dengan cara yang sama; ada waktunya gas diinjak, juga ada waktunya rem yang diinjak. Orang perlu mengetahui di mana posisinya sekarang, apa kondisi finansialnya (lakukan financial check-up), lalu tentukan ke mana tujuannya, berapa jauh tujuannya itu, serta menentukan apa saja fasenya dan apa pilihan asetnya. Ini adalah prosedur dari perencanaan kekayaan, Wealth Planning.
Boleh kan, saya sedikit bercerita tentang seperti apa menjadi Qualified Wealth Planner adanya. Biasanya kami dibantu dengan software khusus untuk financial check-up, namun tetap harus memahami bagaimana kekayaan dikembangkan.
Bicara perencanaan kekayaan, hari ini tidak bisa dilepaskan dari asuransi -- nyatanya asuransi adalah proteksi terhadap hilangnya kekayaan karena peristiwa tidak terduga. Asuransi merupakan sisi defensif, orang masih butuh sisi ofensif untuk menang, bukan?
Kalau dibalik: mungkin orang amat sangat tekun untuk bekerja dengan aktif, juga untuk mengelola investasi secara aktif. Ini adalah fokus pada sisi ofensif.... ia masih butuh asuransi untuk menjadi pengaman keuangan, membuat keadaan seperti tidak terjadi peristiwa yang menyedihkan itu.
Mari meletakkan Asuransi, baik Asuransi Kerugian maupun Asuransi Jiwa, dalam peta pertarungan sebagaimana adanya. Buatlah Asuransi yang memberikan Manfaat yang sepadan dengan situasi keuangan yang terjadi. Nasabah juga perlu dibantu untuk mengembangkan kekayaannya, melalui investasi yang proseduran, metodis, dan masuk akal.
Bukan investasi yang menjanjikan 2% per hari ya?
Sampai besok lagi....
No comments:
Post a Comment