Consultation

Donny A. Wiguna CFP, QWP, AEPP, QFE adalah QUALIFIED FINANCIAL EDUCATOR, dari FPSB sebagai Lembaga Sertifikasi Profesi yang diakui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Melayani konsultasi dan bantuan penjelasan serta pelatihan Asuransi, Investasi, Dana Pensiun, dan Estate Planning. Berpengalaman mengajar dalam keuangan sejak 2007.

Hubungi Donny A. Wiguna dengan SMS atau Whatsapp di 0818-222-634
Area Bandung dan Jakarta serta sekitarnya.

Pencarian

Monday, July 25, 2016

Anti Asuransi

ANTI ASURANSI MUNGKIN HANYA ADA DI INDONESIA, namun sungguh ada, sungguh terjadi. Saya telah mengalaminya juga, ketika seorang Bapak mengangkat tangan dan menolak mendengar apapun tentang asuransi jiwa. Dan itu dimulai dari sebuah pertanyaan "Apakah kita butuh asuransi?" yang dijawab, "belum tentu."

Pemikiran yang berkembang adalah, bagi orang kaya jika uang yang dipakai untuk bayar premi itu diinvestasikan, maka hasilnya akan menyerupai atau melebihi uang pertanggungan yang diberikan Asuransi Jiwa. Sedangkan bagi orang yang belum kaya karena masih muda, kebutuhan asuransi jiwa tidak signifikan.

Contoh yang diberikan adalah situasi di mana seorang yang mempunyai pendapatan 100 juta per bulan, hanya membuat asuransi jiwa yang bayar 1 juta per bulan, dengan uang pertanggungan 300 juta. Dibilang, buat apa punya asuransi jiwa?

Pertanyaannya, seharusnya, ditujukan kepada agen yang melakukan penutupan asuransi jiwa. Kenapa UP hanya 300 juta, dengan 1 juta per bulan?

Jawabnya, adalah karena sudah cukuplah. Sudah cukup kan, dapat 30% dari 500 ribu biaya akuisisi -- komisi tahun pertama adalah 150 ribu setiap bulan sepanjang setahun ke depan. Dengan UP 300 juta, tidak dibutuhkan pemeriksaan medis. Mudah diajukan, pasti asuransinya disetujui. Oh dan sudah ditambah rider kecelakaan dan juga ada waivernya, sebagai pemanis.

Truth be told, sekianlah kemampuan agen menawarkan asuransi unit link. Yang dilakukan adalah rangkaian telepon-ketemu-presentasi tentang perusahaan dan produk, dan membujuk nasabah. Yang penting sopan, supel, dan serius, sehingga Nasabah jadi sungkan untuk tidak membuat tutupan asuransi. Toh 1 juta itu tidak terasa apa-apa; 1 juta tiap bulan, 12 juta setahun, dan 120 juta total dibayarkan untuk memberi warisan berupa UP 300 juta dan sekian ratus juta lagi estimasi hasil investasi di usia tua.

Banyak agen yang bersyukur membuat tutupan 1 juta sebulan.

Bagi sang pengamat tadi, transaksinya tidak masuk akal. Kalau pendapatannya sebesar itu, pengeluarannya hari ini juga puluhan juta per bulan. Buat apa pertanggungan hanya ratusan juta itu? Lagipula, jika yang dibahas adalah hasil investasi lebih dari dua puluh tahun lagi, nilai uang ratusan juta itu tidak seberarti saat ini.

Transaksi asuransi seperti itu terlihat seperti membuang-buang uang. Masalahnya lagi, bagi Nasabah ada perasaan "saya sudah aman punya asuransi" sehingga ketika seorang agen asuransi yang lebih senior berniat menawarinya, dijawab dengan "tidak usah, saya sudah punya asuransi kok."

Asuransi jiwa harusnya berjalan mengikuti nilai ekonomi tertanggung. Jika ia mempunyai pendapatan 1,2 Milyar per tahun, Uang Pertanggungan yang dibutuhkan sekitar 12 Milyar, atau 1 juta US Dollar. Itu berarti proses underwriting sepenuhnya, baik underwriting fisik maupun underwriting keuangan. Pembayaran premi sekitar 200-an juta per tahun, biaya akuisisi sekitar 150 juta.

Masalahnya, bagaimana agen menjelaskan kepada klien untuk mengeluarkan lebih dari 16 juta per bulan untuk asuransi?

Ketika jumlah Uang Pertanggungannya besar, bisa muncul pikiran, jangan-jangan ada yang menginginkan kematian tertanggung karena menginginkan uangnya. Memiliki asuransi jiwa menjadi suatu ancaman, bagaimana kalau suami dibunuh istri? Astaga! Pikiran dari mana itu?

Analisa-analisa anti asuransi, atau "sebaiknya tidak beli asuransi" banyak didasari pada transaksi asuransi yang tidak layak, atau ketidakmampuan agen untuk menjelaskan secara profesional. Sebaliknya dari berusaha lebih dalam, banyak agen lebih berfokus untuk melakukan program 2 presentasi setiap hari, 10 presentasi per minggu, yang menghasilkan 1 tutupan per minggu, dengan ukuran biaya akuisisi 6 juta per tahun (ya, 500 ribu per bulan) tadi.

Coba hitung, dengan 4 buah polis senilai 6 juta setiap bulan, atau 24 juta per bulan, bisa didapat 288 juta dalam setahun. Itu memberi pendapatan 86,4 juta setahun! Selama waktu itu, rekrut 4-8 orang yang melakukan hal serupa. Maka dari agen, ia bisa naik menjadi manager, menjadi lebih tinggi. Demikianlah keagenan dibangun, cukup baik bukan?

Dengan cara bagaimana agen bisa belajar mengerjakan 1 (satu) buah polis dengan tutupan biaya akuisisi sebesar 150 juta per tahun, untuk Uang Pertanggungan 12 Milyar?

Dalam satu perspektif, anti asuransi dimulai oleh agen asuransi sendiri dengan berfokus pada asuransi yang kecil ditambah investasi -- polis yang berorientasi investasi. Tentunya tidak ada yang salah dengan menjual polis asuransi yang sah, apapun orientasinya. Namun dalam jangka panjang, kita tidak lagi melihat bisnis asuransi jiwa sebagaimana seharusnya, selayaknya.

Jika agen-agen asuransi tidak segera menjadi lebih profesional, sikap anti-asuransi sukar dihindari. Bisa muncul kekecewaan-kekecewaan nasabah karena hasil investasinya tidak sesuai harapan, atau penggantian asuransinya tidak berarti. Asuransi Jiwa memiliki nilai yang penting, jika dan hanya jika dikerjakan dengan benar dan layak.

Ijinkan saya berbagi misi ini, untuk visi Indonesia yang lebih makmur dan sejahtera. Mengapa saya menulis artikel-artikel? Saya ingin berbagi dan berharap bisa berkontribusi meningkatkan profesionalisme agen dan pelaku bisnis asuransi. Saya juga berharap bisa memberi edukasi finansial kepada masyarakat, agar ada pemahaman lebih dalam tentang kebutuhan finansial.

Sudah waktunya kita berbisnis lebih profesional, bukan?

Sampai besok lagi....

1 comment:

  1. sependapat dengan agan yang menyebabkan anti asuransi terkadang agem sendiri, yang penting closing. ntah uang pertangunggan cukup atau tidak urusan belakang.

    ReplyDelete